JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Irfan Widyanto diwarnai dissenting opinion hakim.
Satu dari tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang mengadili perkara ini menyatakan perbedaan pendapat.
"Menimbang bahwa terhadap hasil musyawarah Majelis Hakim, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari hakim anggota satu, Ari Muladi," kata Ketua Majelis Hakim, Afrizal Hadi, dalam persidangan, Jumat (24/2/2023).
Berbeda dari dua hakim lainnya, hakim Ari Muladi menilai bahwa Irfan Widyanto harusnya dibebaskan dari perkara obstruction of justice.
Sebab, menurut hakim Ari, perbuatan Irfan mengganti digital video recorder (DVR) CCTV di sekitar TKP penembakan Yosua di lingkungan rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, bukan tindak pidana.
"Di mana hakim anggota 1 berpendapat bahwa terdakwa harus dibebaskan karena tidak terbukti memenuhi unsur-unsur dakwaan atau setidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum karena perbuatan terdakwa terbukti akan tetapi bukan merupakan tindak pidana," ujar hakim Afrizal.
Pendapat hakim Ari itu didasari atas sejumlah pertimbangan. Di antaranya, Irfan dinilai tidak memenuhi unsur kesengajaan untuk mengakibatkan terganggunya sistem elektronik.
"Terdakwa tidak ada niat jahat untuk merusak CCTV," kata hakim Afrizal.
Kendati demikian, pada akhirnya hakim menjatuhkan vonis pidana penjara 10 bulan dan denda Rp 10 juta terhadap Irfan.
Hakim menyatakan bahwa Irfan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama tanpa hak atau melawan hukum yang mengakibatkan terganggunya sistem elektronik atau mengakibatkan sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Irfan Widyanto oleh karena itu pidana penjara selama sepuluh bulan dan denda sejumlah Rp 10 juta rupiah dan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh terdakwa akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan," kata hakim.
Baca juga: Irfan Widyanto Divonis 10 Bulan Penjara, Ini Hal yang Memberatkan dan Meringankan
Menurut hakim, sebagai anggota Polri, Irfan seharusnya mempunyai pengetahuan lebih terkait tugas dan kewenangan kegiatan penyidikan dan tindakan terhadap barang-barang yang berhubungan dengan tindak pidana, termasuk perihal DVR CCTV.
Selain itu, status sebagai penyidik aktif di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri seharusnya menjadikan Irfan contoh yang baik bagi penyidik lainnya.
"Namun malah terdakwa turut dalam perbuatan yang menyalahi ketentuan perundangan dan mengakibatkan terganggungnya sistem informasi tidak bekerja sebagaimana mestinya atau bertindak tidak sesuai dengan ketentuan," ujar hakim.
Adapun Irfan Widyanto merupakan satu dari tujuh terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara kematian Brigadir Yosua.