Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/02/2023, 18:45 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa daftar calon anggota legislatif (caleg) dalam sistem pileg proporsional tertutup rentan ditentukan oleh faktor nepotisme dan suap.

Sebagai informasi, saat ini gugatan terhadap pasal UU Pemilu yang mengatur soal sistem pileg proporsional terbuka sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagian kalangan berharap agar pemilu di Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka yang berlaku sejak 2009.

"Tidak ada mekanisme pemilihan internal untuk seseorang bisa dicalonkan. Semua bicara soal kemampuan mendekati titik kekuasaan partai. Akhirnya, orang bicara bagaimana memengaruhi seseorang agar bisa menjadi calon," ungkap Feri dalam diskusi virtual yang disiarkan akun YouTube Reri Lestari Moerdijat, Rabu (22/2/2023).

Baca juga: Surya Paloh Prediksi Sistem Proporsional Tertutup Bakal Ganggu Stabilitas Pemerintah

Feri mengistilahkan upaya "mendekati titik kekuasaan partai" ini dengan empat bentuk "perda".

Empat "perda" tersebut merupakan kependekan dari pertalian daerah, pertalian dakwah, pertalian darah, dan pertalian dana.

Tiga pertalian awal merupakan bentuk nepotisme. Pertalian dakwah, secara khusus, merujuk pada kesamaan latar belakang organisasi antara bakal caleg dengan elite partai politik yang berwenang menentukan daftar caleg.

Sementara itu, pertalian dana merujuk pada upaya menyuap elite partai politik untuk memperoleh tiket terbaik dalam kontestasi, misalnya nomor urut kecil atau jaminan melenggang ke parlemen.

Baca juga: Tak Ingin Ambil Pusing Soal Proporsional Tertutup atau Terbuka, Amien: Apapun Kita Berani

Oleh karena itu, Feri menilai argumen bahwa sistem proporsional tertutup ditujukan untuk mengentaskan politik uang dari caleg ke pemilih tidak tepat, karena peredaran uang diperkirakan hanya berpindah tangan dari pemilih ke elite partai politik.

"Problematika ini yang perlu dibereskan terlebih dahulu. Kita muncul dari tidak melalui mekanisme yang patut dalam proses berpemilu," tambah Feri.

Sebagai informasi, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.

Baca juga: Golkar Bilang Tak Ada Manuver Ubah Haluan Dukung Pemilu Proporsional Tertutup

Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com