JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai bahwa daftar calon anggota legislatif (caleg) dalam sistem pileg proporsional tertutup rentan ditentukan oleh faktor nepotisme dan suap.
Sebagai informasi, saat ini gugatan terhadap pasal UU Pemilu yang mengatur soal sistem pileg proporsional terbuka sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagian kalangan berharap agar pemilu di Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka yang berlaku sejak 2009.
"Tidak ada mekanisme pemilihan internal untuk seseorang bisa dicalonkan. Semua bicara soal kemampuan mendekati titik kekuasaan partai. Akhirnya, orang bicara bagaimana memengaruhi seseorang agar bisa menjadi calon," ungkap Feri dalam diskusi virtual yang disiarkan akun YouTube Reri Lestari Moerdijat, Rabu (22/2/2023).
Baca juga: Surya Paloh Prediksi Sistem Proporsional Tertutup Bakal Ganggu Stabilitas Pemerintah
Feri mengistilahkan upaya "mendekati titik kekuasaan partai" ini dengan empat bentuk "perda".
Empat "perda" tersebut merupakan kependekan dari pertalian daerah, pertalian dakwah, pertalian darah, dan pertalian dana.
Tiga pertalian awal merupakan bentuk nepotisme. Pertalian dakwah, secara khusus, merujuk pada kesamaan latar belakang organisasi antara bakal caleg dengan elite partai politik yang berwenang menentukan daftar caleg.
Sementara itu, pertalian dana merujuk pada upaya menyuap elite partai politik untuk memperoleh tiket terbaik dalam kontestasi, misalnya nomor urut kecil atau jaminan melenggang ke parlemen.
Baca juga: Tak Ingin Ambil Pusing Soal Proporsional Tertutup atau Terbuka, Amien: Apapun Kita Berani
Oleh karena itu, Feri menilai argumen bahwa sistem proporsional tertutup ditujukan untuk mengentaskan politik uang dari caleg ke pemilih tidak tepat, karena peredaran uang diperkirakan hanya berpindah tangan dari pemilih ke elite partai politik.
"Problematika ini yang perlu dibereskan terlebih dahulu. Kita muncul dari tidak melalui mekanisme yang patut dalam proses berpemilu," tambah Feri.
Sebagai informasi, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.
Baca juga: Golkar Bilang Tak Ada Manuver Ubah Haluan Dukung Pemilu Proporsional Tertutup
Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik. Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.