JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memantau kondisi Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) di rumah tahanan (Rutan) pada Kamis (16/2/2023).
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, kunjungan itu dilakukan untuk memantau pemenuhan hak Lukas Enembe dalam mengakses kesehatan.
“Kunjungan dilakukan di rutan KPK untuk melihat langsung kondisi saudara LE. Saudara LE terpantau dalam kondisi sehat dan baik,” kata Ali saat ditemui awak media di gedung Merah Putih KPK, Selasa (21/2/2023).
Menurut Ali, selama ini KPK berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) guna memastikan Lukas dalam keadaan baik dan sehat.
Baca juga: Pengacara Protes Ada Sanak Keluarga Lukas Enembe Tak Diizinkan Besuk oleh KPK
Hasil pemeriksaan tersebut menyatakan Lukas dalam keadaan fit for interview dan fit for stand to trial.
KPK juga menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan di rutan yang memadai. Hal ini sebagaimana diatur dalam Permenkumham Nomor 6 tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara.
“KPK juga memiliki poliklinik dengan 2 orang dokter yang bertugas diantaranya untuk memeriksa kondisi kesehatan para tahanan KPK,” tutur dia.
Baca juga: KPK Kantongi Petunjuk, Sebut Tersangka Penyuap Lukas Enembe Bisa Bertambah
Ali menegaskan, pihaknya berkomitmen menjunjung tinggi hak dasar para tersangka di KPK.
Koordinasi dengan Kemenkes dan IDI dilakukan sebagai bentuk sinergi antar lembaga agar penegakan hukum atas kasus korupsi bisa efektif.
“Sehingga bisa segera memberi kepastian hukum bagi para pihak yang berperkara,” ujar Jaksa tersebut.
Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Baca juga: Lukas Enembe Bantah Alirkan Dana ke OPM
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.
Lukas sempat menjalani pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RPSAD) sebanyak dua kali.
Pengacara Lukas berkali-kali menyampaikan bahwa klien mereka harus segera dibawa ke Singapura atau kondisinya akan semakin buruk.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.