JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Renanda Bachtar meminta pemerintah tak berpuas diri melihat hasil survei Litbang Kompas terkini yang menunjukkan peningkatan kepuasan publik terhadap pemerintah.
Dalam survei Litbang Kompas terbaru, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah naik dari 62,1 menjadi 69,3 persen.
"Bukan berarti pemerintah sudah bisa berpuas diri. Masih banyak kinerja yang perlu diperbaiki," kata Renanda dalam keterangannya, Selasa (21/2/2023).
Renanda kemudian menyoroti indikator survei di bidang hukum yang tingkat kepuasan kinerja pemerintah masih di bawah 50 persen.
Baca juga: Kepuasan Publik Terhadap Pemerintahan Jokowi Meningkat, Istana: Apresiasi Publik
Pertama, indeks persepsi korupsi tahun 2022 anjlok ke angka 34 persen.
"(Angka itu) sama persis dengan 8 tahun lalu, ketika Jokowi baru mulai memimpin Indonesia. Padahal, SBY dalam 10 tahun pemerintahannya, bisa meningkatkannya secara drastis dari angka 20 ke 34. 14 basis poin. Hampir dua kali lipat," ujar Renanda.
Kedua, munculnya kasus-kasus besar yang melibatkan petinggi atau pejabat di bidang hukum, seperti kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Renanda menyoroti pelaku utama dalam kasus pembunuhan tersebut adalah mantan Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik di Sektor Penegakan Hukum Naik Tipis
Ia lantas menilai ada upaya-upaya untuk menutupi kasus pembunuhan tersebut.
"Ada ketakutan besar dan kegeraman yang meluas dari rakyat melihat kasus seperti ini bisa terjadi. Memang ada apresiasi atas upaya Pemerintah untuk memastikan kasus ini bisa diproses," katanya.
"Tapi, bagi publik, ini lebih kepada fenomena gunung es. Bisa jadi banyak kasus lain yang tak terungkap karena tak ada pejabat pemerintah yang mengawalnya seperti di kasus Sambo yang dilakukan Menkopolhukham," ujar Renanda lagi.
Lebih lanjut, ia juga menyebut kasus hukum lain, seperti Tragedi Kanjuruhan yang menimbulkan ratusan nyawa melayang di Malang.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kepuasan Publik terhadap Kinerja Presiden Meningkat
Menurut Renanda, Kasus itu diduga kuat terjadi karena kekerasan aparat.
"Yang disalahkan dari stadion sampai penonton. Penanganannya pun mutar ke sana ke mari. Padahal, banyak penanganan yang tidak sesuai dengan prosedur FIFA. Dan merujuk ke pengalaman berbagai negara, sudah jelas sumber permasalahannya apa," katanya.
Renanda lantas menyoroti produk legislasi yang berpolemik di masyarakat. Misalnya, revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan UU Cipta Kerja (Ciptaker).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.