JAKARTA, KOMPAS.com - Pilot maskapai Susi Air, Philips Mark Methrtens (37), hingga kini belum ditemukan keberadaanya.
Philips yang merupakan warga negara Selandia Baru, bersama lima penumpang lainnya, hilang kontak sesaat setelah mereka mendarat di Bandar Udara Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, pada Selasa (7/2/2023).
Pesawat dengan nomor registrasi PK-BVY itu dibakar oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sesaat usai mendarat.
Lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP) telah dievakuasi dan kembali ke rumah masing-masing. Sementara Philips masih dibawa oleh KKB.
Baca juga: Pencarian Pilot Susi Air, Polri Telusuri Jejak dan Amankan Beberapa Barang Bukti
Dalam video yang tersebar di media sosial, KKB menyandera Philips guna menjadi alat negosiasi Papua bisa merdeka.
“Kami bawa pilot ini karena Indonesia tidak pernah mengakui Papua Merdeka, jadi kami tangkap pilot. Karena semua negara harus buka mata soal Papua Merdeka," kata salah satu orang dari KKB dalam video yang diterima Kompas.com.
Namun, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan bahwa pemerintah tidak akan bernegosiasi soal permintaan KKB.
Mahfud pun mengatakan, pemerintah akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Tidak ada negosiasi soal itu dan kami akan mempertahankan serta memberantas setiap gerakan yang ingin mengambil bagian secuil pun dari NKRI. Itu saja," kata Mahfud di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Kasus penyanderaan pilot Susi Air mengingatkan pada kasus Mapenduma.
Saat itu, 11 anggota tim ekspedisi penelitian flora-fauna, Lorentz 95, disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM), pada 8 Januari 1996.
Dilansir dari Tribunnews, penyanderaan itu dikomandoi Kelly Kwalik, pimpinan OPM yang menjadi buronan utama aparat keamanan Indonesia.
Baca juga: Pengamat Sebut Senjata yang Ditenteng KKB Penyandera Pilot Susi Air Mirip SS1 dan SS2 Buatan Pindad
Tim ekspedisi Lorentz berjumlah 11 orang yang disandera terdiri dari warga negara Inggris; Daniel Start (22), William "Bill" Oates (23), Annette van der Kolk (22), dan Anna Mclvor (21).
Kemudian, anggota tim dari Indonesia terdiri dari Navy Panekanan (28), Matheis Y.Lasamalu (30), Jualita Tanasale (30), Adinda Arimbis Saraswati (25).
Mereka juga dibantu oleh antropolog Markus Warip (36) dari Universitas Cendrawasih dan Abraham Wanggai (36) dari Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) Kantor Wilayah Kehutanan Irian Jaya. Kepala suku Nduga, Jacobus Wandika juga turut disandera.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.