JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Suparman Marzuki, menilai vonis 1 tahun 6 bulan terhadap terdakwa pembunuhan berencana Richard Eliezer (Bharada E) sebagai langkah besar dalam sejarah peradilan pidana di Indonesia.
"Saya kira yang dilakukan majelis hakim adalah tindakan dan langkah besar bagi penegakan hukum pidana kita di masa yang akan datang," kata Suparman saat dalam program Kompas Malam di Kompas TV, seperti dikutip pada Kamis (16/2/2023).
Richard divonis terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Suparman adalah salah satu pihak pemohon surat sahabat pengadilan (amicus curiae) berharap dengan putusan terhadap Richard diharapkan akan muncul orang-orang yang mau berkerja sama dengan penegak hukum dalam membongkar sebuah perbuatan yang melanggar hukum.
Baca juga: Tak Lakukan Banding Vonis Richard Eliezer, Jampidum: Inkrah Lah Putusan Ini
Sebab selama ini, menurut Suparman, orang-orang yang mengetahui sebuah perbuatan melanggar hukum enggan menjadi pelapor (whistleblower), atau yang terlibat tidak mau menjadi saksi pelaku (justice collaborator) karena hambatan relasi kuasa atau adanya ancaman terhadap keselamatan diri sendiri atau keluarga.
Suparman mengatakan, vonis terhadap Richard diharapkan bisa memberi penghargaan bagi seorang tersangka atau terdakwa yang bukan pelaku utama buat membongkar kejahatan dalam membuka kasus-kasus yang bersifat konspiratif.
Menurut Suparman, tanpa peranan seorang saksi pelaku kemungkinan rangkaian kejahatan besar akan sulit diungkap.
"Terhadap peristiwa pembunuhan berencana Yosua ini bisa dikategorikan suatu kejahatan besar yang melibatkan orang besar, tanpa ada Eliezer sebagai JC maka perkara ini tidak terkuak," ujar Suparman.
Suparman juga menghormati penilaian hakim terhadap masyarakat yang mengajukan amicus curiae. Dia menilai hakim telah menggali, memahami, dan mengikuti hukum yang hidup dan rasa keadilan di tengah masyarakat.
Apalagi majelis hakim juga menyatakan amicus curiae yang diajukan bukan sebuah tekanan kepada hakim, melainkan opini tertulis sebagai respons akademisi terhadap kecintaan pada kebenaran dan keadilan.
"Sahabat pengadilan itu ada dasar hukumnya di Pasal 5 ayat (1) UU nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Jadi ada dasarnya hakim mendengarkan mempertimbangkan pernyataan opini dari sahabat pengadilan," ujar Suparman.
Sebelumnya diberitakan, majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidang pada Rabu (15/2/2023) menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada Richard.
Baca juga: Perjalanan Richard Eliezer di Kasus Brigadir J: Jadi Tersangka Pertama, Kini Divonis Paling Ringan
Jaksa penuntut umum sebelumnya menuntut hukuman 12 tahun penjara kepada Richard.
Majelis hakim menyatakan Richard terbukti melanggar dakwaan pertama yakni pada 340 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Artinya Richard terbukti turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Sebelumnya, Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri divonis mati oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).