JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Universitas Bhayangkara Prof. Hermawan Sulistyo menyatakan, sosok polisi yang melakukan kejahatan seperti Ferdy Sambo hanya wujud dari kondisi masyarakat saat ini.
"Polisi itu bukan bagian yang terpisah dari masyarakat. Jadi kalau di polisi ada Sambo, di luar polisi, di masyarakat ada banyak 1.000 Sambo dan sejuta Rambo," kata Hermawan dalam program Ni Luh di Kompas TV, seperti dikutip pada Jumat (10/2/2023).
Menurut Hermawan, keadaan polisi menggambarkan situasi masyarakat yang ada. Menurut dia, jika menginginkan polisi yang berintegritas dan adil, maka masyarakat juga semestinya menghidupkan dan menerapkan nilai-nilai keadilan sehari-hari.
Baca juga: LPSK: Kalau Tidak Ada Keterangan Bharada E, Bisa Saja Ferdy Sambo Tak Jadi Pelaku Utama
"Polisi hanya replika dari masyarakat. Ada kasus seperti Sambo karena di luar kita banyak lihat preman di DPR kaya begitu. Preman di pemerintahan kaya begitu. Enggak akan habis-habis," ujar lelaki yang akrab disapa Kikiek itu.
"Jangan minta polisinya tidak ada Sambo kalau di masyarakat masih ada banyak Rambo," lanjut Hermawan.
Meski begitu, Hermawan menyatakan reformasi internal Polri harus ditujukan buat menciptakan infrastruktur organisasi yang tidak memungkinkan untuk penyalahgunaan penggunaan kewenangan dan kekuasaan.
Baca juga: LPSK Soal Tuntutan Bharada E: Kita Bukan Bela Pembunuh, tapi Kepastian Hukum
"Yang kedua kultur. Roh polisi itu seharusnya melekat pada diri setiap polisi," ujar Hermawan yang akrab disapa Kikiek.
Maksud Hermawan adalah sikap dan integritas seorang polisi harus tetap dipertahankan meski lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
Saat ini persidangan terhadap Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua dan perintangan penyidikan (obstruction of justice) sudah mencapai tahap akhir.
Dia tengah menanti sidang pamungkas yakni pembacaan vonis atau putusan dari majelis hakim.
Baca juga: LPSK: Kalau Tak Ada Richard, Sidang yang Kita Saksikan Semua Skenario Sambo
Dalam kasus pembunuhan berencana terdapat 5 terdakwa, yakni Richard Eliezer (Bharada E), Ferdy Sambo, Putri Candrawathi (istri Sambo), Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.
Berdasarkan surat tuntutan jaksa, kelimanya dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Mereka dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Selain itu, khusus Sambo, jaksa penuntut umum juga menganggapnya terbukti bersalah dalam kasus dugaan merintangi penyidikan, dan disebut melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Vonis Ferdy Sambo dan Keadilan sebagai Tontonan
Dalam kasus pembunuhan berencana, Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup dalam 2 kasus oleh jaksa penuntut umum.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.