JAKARTA, KOMPAS.com - Dibuat "sukar" hingga "rela". Istilah ini mungkin tepat untuk menggambarkan bagaimana KPU akhirnya "sukarela" tunduk pada kekuatan politik di Senayan agar tak mengutak-atik daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi.
Padahal, lembaga penyelenggara pemilu itu kini berwenang melakukannya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XX/2022.
Pada Selasa (7/2/2023), KPU RI menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang dapil.
Mayoritas isinya hanya menjiplak ketentuan dapil pada Lampiran III dan IV UU Pemilu, ditambah dengan ketentuan dapil pada Lampiran Perppu Pemilu untuk mengakomodasi keberadaan 4 provinsi baru di Papua dan penambahan jumlah kursi DPRD Banten dan Sulawesi Tengah imbas perubahan jumlah penduduk.
Amanat dari putusan MK untuk memperbaiki penyusunan dapil jelang Pemilu 2024 tak diindahkan. Momentum untuk menata ulang dan memperbaiki permasalahan dapil, lenyap.
Baca juga: KPU Pastikan Alokasi Kursi Dapil DPR Tak Berubah dari 2019
Dapil yang dikunci DPR di Lampiran III dan IV UU Pemilu menyimpan sejumlah masalah karena tak memenuhi prinsip penyusunan dapil yang baik. Ini salah satu alasan MK menyatakannya tak berkekuatan hukum tetap lagi.
Misalnya, terdapat beberapa wilayah yang dipaksakan digabung dalam satu dapil tanpa memperhatikan latar belakang sosiologis wilayah itu yang berbeda, seperti Dapil Jawa Barat III yang menggabungkan Kota Bogor dengan Kabupaten Cianjur, kendati karakteristik kedua wilayah berlainan dan disekat oleh wilayah Kabupaten Bogor.
Di samping itu, terdapat dapil yang bermasalah dari segi keberimbangan/proporsionalitas jumlah penduduk dengan alokasi kursi parlemen.
Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Lampung Jawa Timur, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Papua dinilai kelebihan alokasi kursi (over-represented) berdasarkan data sensus penduduk 2020.
Baca juga: DPR Setujui Rancangan Peraturan KPU soal Dapil Pileg 2024
Hasil Pemilu DPR 2019 pun membuktikan bahwa desain dapil yang digunakan masih menyisakan ketidaksetaraan harga kursi.
Dapil Jawa Timur XI, misalnya, butuh 212.081 suara untuk memenangkan 1 kursi di DPR RI. Sementara itu, di Kalimantan Utara, 1 kursi Senayan sudah bisa dimenangkan dengan 37.616 suara.
KPU sempat membuat tim pakar dan intens berkomunikasi dengan jajaran di daerah untuk membuat simulasi dapil terbaik.
Informasi yang dihimpun Kompas.com, KPU sebetulnya sudah menyiapkan 3 model simulasi alokasi kursi dapil DPR RI sebagai tahap awal penentuan komposisi dapil yang ditata ulang.
Namun, 3 model simulasi ini urung dipakai ketika KPU diundang Rapat Kerja oleh Komisi II DPR RI pada 11 Januari 2023.
Pagi harinya, Rapat Kerja Komisi II DPR RI mengundang Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih untuk buka-bukaan soal dugaan kecurangan verifikasi partai politik yang melibatkan KPU.