SAYA ingat ketika Indonesia sedang berjuang meraih kemerdekaan, Menteri Luar Negeri Agus Salim berkunjung ke negara-negara Arab untuk mendapatkan dukungan dan pengakuan kedaulatan.
Usaha kerasnya mendapat hasil yang sangat baik. Banyak negara di semenanjung Arab mengakui kemerdekaan Indonesia.
Duta besar adalah perwakilan resmi suatu negara di negara lain dan memiliki peran penting dalam menjaga hubungan diplomatik antara kedua negara.
Sebagai pemimpin, duta besar bertanggung jawab untuk mengejar kepentingan nasional negaranya dan menjaga kerja sama yang baik dengan pemerintah negara tempat dia bertugas.
Duta besar juga harus menjadi perwakilan yang baik dari negaranya di depan publik dan menjaga hubungan baik dengan media dan masyarakat setempat.
Apa yang dilakukan oleh menteri luar negeri mencerminkan salah satu tugas duta besar: menjadi penyambung lidah Indonesia untuk meraih kepentingan nasional. Namun, karena menteri luar negeri tugasnya lebih luas, ada duta besar membantu tugas menteri luar negeri.
Peran duta besar sendiri sangatlah luas. Selain untuk meraih kepentingan nasional, keberadaan duta besar jadi simbol penting persahabatan antarnegara.
Ia jadi perekat antarbangsa untuk meningkatkan hubungan baik kedua negara, mengeksplorasi potensi ekonomi, dan menjadi perpanjangan tangan negara di suatu negara.
Duta besar menjadi posisi yang semakin penting. Di tengah globalisasi dan ketergantungan, menjaga hubungan baik memiliki nilai yang sangat tinggi.
Mempertahankan hubungan negara sangatlah sulit. Terlebih, jika secara ideologi politik dan ekonomi kedua negara tidak sejalan.
Kepemimpinan duta besar adalah kemampuan seorang diplomat atau duta besar untuk memimpin dan mengelola kedutaan besarnya dengan efektif.
Ini termasuk mengelola staf, menjalin hubungan dengan pemerintah setempat, dan menyampaikan pandangan negaranya kepada pihak lain.
Kepemimpinan duta besar juga meliputi kemampuan untuk menangani masalah diplomasi yang kompleks dan menyelesaikan perselisihan antarnegara.
Sebagai pejabat tertinggi diplomatik, duta besar punya peran yang krusial. Duta Besar adalah seorang fasilitator yang siap mengakomodasi kepentingan Indonesia di luar negeri.
Selain menjadi fasilitator, duta besar adalah seorang stabilisator. Maksudnya adalah bagaimana duta besar menjaga stabilitas dan harmoni hubungan antarnegara.
Duta besar kita punya misi untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa duta besar merupakan promotor bagi Indonesia.
Mengutip dari CNBC, Presiden Jokowi berkata, "Perwakilan Indonesia di luar negeri mulai dari duta besar, duta besar di WTO, atase perdagangan, pusat promosi perdagangan, semuanya harus pro aktif. Jangan pasif dan jangan hanya menunggu."
Berangkat dari pernyataan Presiden Jokowi, kita bisa membedah kualitas seperti apa yang harus duta besar miliki. Duta besar harus menjadi negosiator ulung.
Duta besar harus mampu menciptakan kesepakatan yang sifatnya win-win solution. Namun, negosiasi dalam konteks duta besar punya perluasan makna.
Menurut Faizullaev (2014), bentuk bahasanya berupa penggunaan bahasa tertentu, norma protokol, simbol, upacara, dan ritual.
Dari berbagai bentuk bahasa ini, duta besar perlu kepekaan budaya. Hal ini agar tidak ada kesalahan persepsi dalam membahasakan niat dan kepentingan kita.
Kilduff & Cormican (2020) menegaskan bahwa pemimpin global harus cerdas budaya agar beroperasi secara efektif di lingkungan yang kompleks. Karena itu, duta besar perlu memahami budaya yang berlaku di negara tempatnya bertugas.
Menjadi cerdas budaya tidaklah mudah. Ada banyak layer yang dapat memengaruhi tingkat kecerdasan budaya seseorang.
Menurut Kilduff & Cormican (2020), kecerdasan emosional, keterbukaan untuk belajar, empati, dan kepribadian merupakan kunci penting agar menjadi duta besar yang cerdas budaya.
Saya akan berfokus ke aspek kecerdasan emosional dan humility karena itu dua hal dasar.
Kecerdasan emosional memang banyak disuarakan oleh para pakar kepemimpinan sebagai salah satu kemampuan vital abad ini.
Kecerdasan emosi memengaruhi aspek fundamental dalam diri kita, seperti regulasi emosi. Tidak semua pemimpin punya kecerdasan emosional yang dibutuhkan. Riset dari Korn Ferry menemukan bahwa hanya 22 persen dari 15.000 pemimpin punya kecerdasan emosi.
Dalam konteks duta besar, kecerdasan emosi jadi lebih penting, terlebih, duta besar merupakan perwakilan negara dan banyak orang yang memperhatikan sikap dan tingkah lakunya.
Duta besar bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang dan perspektif. Bagaimana duta besar meregulasi emosinya menjadi faktor penting dalam membangun hubungan yang baik.