JAKARTA, KOMPAS.com - Surat pribadi Gubernur Papua Lukas Enembe yang dilayangkan untuk menagih janji Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) FIrli Bahuri, berakhir kandas.
Kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona, sebelumnya mengungkapkan bahwa kliennya menulis surat tersebut dengan tangannya sendiri.
Ia menagih janji yang disampaikan Firli Bahuri saat diperiksa di kediamannya di Koya Tengah, Jayapura, Papua, 3 November 2022.
“Pak Lukas kirim surat pribadi ke Pak Firli karena Pak Lukas minta janji Pak Firli di Papua,” kata Petrus saat dikonfirmasi, Rabu (1/2/2023).
Baca juga: KPK Protes Pengacara Lukas Enembe Usai Sebut Firli Punya Janji Pribadi ke Kliennya
Mulanya, Petrus enggan membeberkan isi pribadi tersebut, Namun, ia kemudian membenarkan bahwa melalui surat itu Lukas ingin menagih janji Firli terkait izin berobat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura.
Setelah surat itu diterima, Petrus kemudian meneruskannya kepada KPK untuk disampaikan kepada Firli.
“Pak Firli sudah berjanji di Koya, rumah Pak Lukas Enembe, tanggal 3 November 2022, saat BAP tapi sakit dan BAP ditutup,” ujar Petrus.
Terkait hal ini, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango mengaku tidak mengetahui isi janji Firli kepada Lukas.
Menurut dia, janji itu hanya diketahui oleh Firli Bahuri.
“Pak Firli saja yang tahu apa janji yang dibisikin ke tersangka,” ujar Nawawi dalam pesan tertulisnya.
Baca juga: KPK: Tak Ada yang Dijanjikan ke Lukas Enembe
Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu meminta para penyidik tidak perlu terpengaruh persoalan semacam itu.
Nawawi bahkan menyebutkan bahwa kejadian semacam ini menjadi peringatan untuk KPK agar menghindari kerja-kerja yang cenderung menonjolkan orang tertentu.
“Harusnya ini jadi peringatan bagi kami untuk menghindari style kerja yang cenderung one man show,” ujarnya.
Dalam wawancara terpisah, Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri memprotes narasi yang disampaikan pengacara Enembe.
Menurut Ali, Petrus menyampaikan seakan-akan terdapat janji pribadi dari Firli kepada Lukas.
Padahal, kata Ali, pertemuan di rumah Lukas 3 November lalu dilakukan secara terbuka. Firli datang bersama penyidik, dokter, pejabat lembaga keamanan di daerah Papua, dan diliput media massa.
Baca juga: KPK: Untuk Penasihat Hukum Lukas Enembe, Stop Narasi Kontraproduktif
“Seolah-olah Lukas ini akan menagih janji pribadi dari ketua KPK, ini perlu kami luruskan,” kata Ali dalam keterangannya, Jumat (3/2/2023).
Ali menegaskan, kerja-kerja KPK dilakukan secara kolektif kolegial. Dengan demikian, pimpinan maupun anggota KPK tidak bisa mengambil keputusan sendiri maupun membuat janji pribadi.
Termasuk hal ini adalah ketika diputuskan akhirnya Firli berangkat ke Papua da melakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan di rumah tersangka itu mengacu pada Pasal 113 KUHAP.
“Keputusan seluruh penyelidik penyidik yang saat itu menyimpulkan agar untuk percepatan maka tim datang ke kediaman dari tersangka ini untuk melakukan pemeriksaan kondisi faktual dari tersangka Lukas Enembe,” kata Ali.
Lebih lanjut, Ali juga meminta pengacara Lukas berhenti membuat narasi kontraproduktif.
"Untuk penasihat hukum tersangka LE (Lukas Enembe), kami sampaikan stop narasi kontraproduktif, silakan fokuskan pada materi pembelaan sesuai koridor hukum," kata Ali Fikri, Sabtu (4/2/2023).
Sebelumnya, Lukas disebut menolak menjalani kontrol kesehatan yang rutin dilakukan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Ali mengatakan, Lukas beralasan hanya mau menjalani pengobatan di SIngapura.
“Ini sebenarnya kemarin jadwal kontrol rutin kesehatan di RSPAD, tapi kemudian yang bersangkutan menolak untuk kontrol kesehatan di RSPAD,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (7/1/2023).
Namun, KPK tidak lantas mengamini permintaan Lukas. Lembaga antirasuah memandang fasilitas kesehatan di dalam negeri masih cukup menangani penyakit Lukas.
“Alasan dari yang bersangkutan, dia hanya mau berobat ke Singapura. Tetapi tentu kan kami bisa melihat, memantau perkembangan dari kesehatan yang bersangkutan,” ujarnya.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.
KPK kesulitan memeriksa Lukas karena ia tidak bersikap kooperatif. Lukas mengaku sakit. Sementara itu, simpatisannya menjaga rumahnya dengan senjata tradisional.
Lukas ditangkap di salah satu rumah makan di Distrik Abepura, Jayapura, Papua pada Selasa (10/1/2023) siang waktu setempat.
Setelah ditangkap, Lukas dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Ia sempat menjalani masa pembantaran.
Tim dokter kemudian menyatakan Lukas fit to stand trial. Setelah itu, Lukas dibawa ke KPK untuk menjalani pemeriksaan.
KPK kembali membantarkan Lukas pada Selasa (17/1/2023) lalu. Tindakan ini dilakukan untuk mendalami kondisi kesehatannya.
Selang beberapa hari kemudian, Lukas dinyatakan telah pulih dan kembali menjalani penahanan di Rutan Pomdam Jaya Guntur.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.