JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa Baiquni Wibowo tak bisa menutupi kekecewaannya terhadap Ferdy Sambo karena telah menyeretnya dan sejumlah anggota Polri lain ke pusaran kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Baiquni bilang, Sambo tega membohonginya dan para personel kepolisian lain sehingga mereka ditetapkan sebagai terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara kematian Yosua.
Ini disampaikan Baiquni saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang perkara obstruction of justice kasus Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (3/2/2023).
"Saya tidak dapat memahami bahwa sejarah akan mencatat ada seorang pimpinan tinggi mampu dan tega berbohong hingga membawa petaka bagi anak buahnya sekeluarga," kata Baiquni.
Baca juga: Selain 2 Tahun Penjara, Baiquni Wibowo Juga Dituntut Denda Rp 10 Juta
Baiquni mengaku, sepanjang punya bawahan, dia tidak pernah menyalahkan, menjerumuskan, apalagi mengorbankan anak buah untuk kepentingan pribadi maupun kariernya.
Menurut Baiquni, bawahan tak pernah salah, karena kesalahan anak buah menjadi tanggung jawab pimpinannya.
Namun, sikap demikian tampaknya tak tercermin dari diri Ferdy Sambo. Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu disebut rela berbohong ke anak buah, teman sejawat, bahkan seluruh masyarakat Indonesia.
Baiquni mengatakan, dirinya dan enam anggota Polri lain yang saat ini menjadi terdakwa kasus obstruction of justice mulanya tak tahu Ferdy Sambo mengarang cerita soal baku tembak antara Brigadir J dengan Richard Eliezer atau Bharada E yang menewaskan Yosua.
Baca juga: Hal Meringankan Baiquni Wibowo: Jadi Tulang Punggung Keluarga dan Punya Anak Kecil
Eks Kepala Sub Bagian Pemeriksaan (Kasubbagriksa) Bagian Penegakan Etika (Baggaketika) itu mengaku baru tahu Yosua tewas karena ditembak pada 6 Agustus 2022, sesaat setelah dia ditempatkan di tempat khusus (patsus) karena diduga melanggar kode etik.
"Saya tidak menyangka bahwa seorang pimpinan, seorang petinggi Polri sanggup dan berani untuk membohongi begitu banyak anak buah, teman sejawat, bahkan atasannya," ujar Baiquni.
"Saya sungguh terpukau dan kagum dengan keadaan kacau balau yang sanggup diciptakan oleh beliau. Sungguh fatal bagi saya dan keluarga saya," lanjutnya.
Baiquni pun membantah dirinya berniat menutupi atau merintangi fakta kematian Yosua.
Benar bahwa saat itu dia menyalin rekaman CCTV di sekitar TKP penembakan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Baiquni jugalah yang menyerahkan dokumen salinan tersebut ke penyidik Polri.
Namun, kata Baiquni, ini dia lakukan justru untuk membantu penyidik. Dia tak menyangka upaya itu justru menyeretnya ke kasus pidana dan disangka sebagai orang dekat Sambo yang turut mengkonstruksikan perintangan penyidikan.
"Sesungguhnya saya tidak mengenal secara pribadi seorang Ferdy Sambo dan saya tidak memiliki utang budi kepada Ferdy Sambo. Saya juga tidak pernah berniat menanam budi kepada Ferdy Sambo," kata Baiquni.
Dengan dalih tersebut, Baiquni menilai, dirinya seharusnya tak ikut ditetapkan sebagai tersangka perkara ini. Dalam pembelaannya, Baiquni meminta Majelis Hakim mengambil keputusan seadil-adilnya.
"Yang Mulia Majelis Hakim, mohon pertimbangan agar Yang Mulia mencari keadilan bagi saya dan jangan sampai kriminalisasi berdasarkan asumsi kembali terjadi atas diri saya," tutur dia.
Baca juga: Jaksa: Baiquni Wibowo Akses DVR CCTV Duren Tiga secara Ilegal
Adapun Baiquni merupakan satu dari tujuh terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice perkara kematian Brigadir Yosua.
Eks Kasubbagriksa Baggaketika Polri itu dituntut pidana penjara 2 tahun oleh jaksa penuntut umum (JPU). Baiquni juga dituntut pidana denda Rp 10 juta subsider 3 bulan kurungan.
Dalam perkara ini, Baiquni dinilai jaksa telah melakukan tindakan ilegal dengan mengakses DVR CCTV yang menjadi barang bukti pembunuhan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.
“Perbuatan terdakwa menyalin dan menghapus informasi dokumen elektronik DVR CCTV serta mengakses barang bukti DVR CCTV terkait peristiwa pidana secara ilegal dan tidak sesuai prosedur digital forensik telah megakibatkan rusaknya sistem elektronik DVR CCTV terkait peristiwa pidana,” kata jaksa dalam sidang, Jumat (27/1/2023).
Selain Baiquni, enam orang lainnya juga didakwa melakukan perintangan penyidikan kasus Brigadir J. Keenamnya yakni Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Arif Rachman Arifin, dan Irfan Widyanto.
Pada pokoknya, seluruh terdakwa dinilai melakukan perintangan penyidikan kematian Brigadir J dan melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.