LEBIH dari 44.000 perangkat desa se-Indonesia melakukan demo di depan gedung DPR Jakarta, pada Rabu (25/1/2023).
Mereka menuntut beberapa hal kepada wakil rakyat, seperti pemberhentian dari jabatan setiap ada pergantian kepala desa, pengangkatan sebagai ASN, serta penghasilan tetap setiap bulan dan bukan dari alokasi dana desa yang sering terlambat (cnnindonesia.com, 25/1/2023).
Mungkin demo kali ini berkaitan dengan demo sepekan sebelumnya, yaitu para kepala desa yang meminta penambahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun dan bisa dipilih kembali selama 3 periode (total masa jabatan 27 tahun).
Menarik untuk ditelisik apakah sebenarnya yang menjadi alasan utama tuntutan-tuntutan ini. Kepala desa merasa bahwa masa jabatan 6 tahun dirasa kurang karena adanya persaingan politik.
Hal tersebut memicu komentar warganet, yang sebagian besarnya memberikan kecaman dan/atau komentar negatif, baik terkait masa jabatan yang diminta maupun isu-isu seputar dana desa yang menyertai alasan demo ini.
Dalam struktur APBN, dana desa merupakan salah satu instrumen Transfer ke Daerah yang akan dicairkan langsung dari Rekening Kas Negara kepada Rekening Desa bersangkutan.
Alokasi anggaran dana desa sangatlah besar, mencapai Rp 68 triliun pada tahun 2022 lalu untuk lebih dari 74.000 desa di seluruh penjuru nusantara (djpk.kemenkeu.go.id)
Secara garis besar, mekanisme pencairan dana desa melibatkan beberapa pihak, yaitu pemerintah desa (kepala desa dan aparaturnya), pihak kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Pengelola Keuangan Daerah, dan Kementerian Keuangan selaku BUN yang didelegasikan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Aparat pengawasan internal (APIP) juga terlibat dalam proses ini untuk mengawal pengelolaan dana desa yang tepat dan benar sesuai regulasi.
Dana desa memang merupakan salah satu aspek yang “seksi dan menggiurkan”. Alokasi yang besar per desa per tahunnya (kisaran Rp 1 milyar) tentu dapat dianggap sebagai suatu sumber dana utama bagi berjalannya pemerintahan dan pembangunan di desa.
Namun demikian, mungkin pemahaman para kepala desa (termasuk aparatur desa) ketika mereka mencalonkan diri atau terpilih perlu sedikit diluruskan.
Kita semestinya dapat memahami dengan sebaik mungkin bahwa dana desa adalah alokasi dari APBN yang harus digunakan untuk prioritas kegiatan yang telah diatur dalam undang-undang.
Pada intinya apapun jenis dan bentuk kegiatannya, kesejahteraan masyarakat adalah tujuan utamanya. Jangan ada anggapan bahwa dana desa dapat digunakan untuk kesejahteraan aparatur desa.
Dalam Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2021, secara garis besar dinyatakan bahwa dana desa diprioritaskan untuk :
Segala bentuk kegiatan yang dianggarkan dari dana desa seharusnya direncanakan dengan melibatkan seluruh warga desa karena bagaimanapun warga yang nantinya akan merasakan manfaatnya, baik itu dari sisi pembangunan fisik/infrastruktur, ketahanan pangan desa, maupun kegiatan lain seperti dukungan para program pencegahan stunting.