KOMPAS.com – Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Lamhot Sinaga mempertanyakan tata cara penetapan harga gas bumi tertentu (HGBT) dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 15 Tahun 2022.
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan, Permen ESDM Nomor 15 2022 merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121 tentang HGBT.
Urgensi pembuatan permen tersebut adalah menciptakan kemudahan berusaha serta program hilirisasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi untuk peningkatan daya saing industri Tanah Air.
Kemudian, ditetapkanlah tujuh sektor Industri yang diberikan harga 6 dollar Amerika Serikat (AS). Namun, dalam pelaksanaannya hanya industri pupuk saja yang mendapatkan harga tersebut.
“Perpres 121 yang kemudian diturunkan menjadi Permen No.15/2022 itu ada 7 sektor Industri, tapi kenyataannya tidak begitu. Mereka kasih harga gas 6 dollar itu hanya industri pupuk, sedangkan industri lainnya termasuk petrochemical harganya tetap sesuai market,” katanya.
Baca juga: Komisi III DPR Tunda Pertemuan dengan Keluarga Mahasiswa UI yang Tewas Jadi Tersangka
Lamhot mengatakan itu di sela-sela rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (2/2/2023).
“Menteri ESDM dalam penetapan harga gas itu jelas tidak berkeadilan. Mereka hanya melihat pupuklah yang perlu dibantu dengan harga gas 6 dollar AS. Namun, setelah diberikan harga demikian, kapasitas pupuk masih sama,” katanya dalam siaran pers.
Adapun tujuh sektor industri yang mendapat penetapan HGBT dalam Permen ESDM Nomor 15 2022 adalah industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet.
“Masalah kelangkaan pupuk masih ada, masyarakat masih kesulitan mendapat pupuk. Pertanyaannya, ke mana 6 dollar AS tersebut?” tanyanya.
Lamhot menambahkan, enam industri lain, termasuk industri petrochemical, menjadi tidak tumbuh karena tidak mendapat harga gas enam dolar.
Baca juga: Evaluasi Mingguan Harga BBM Non-Subsidi Ikuti Harga Minyak Dunia Dinilai Tepat
“Industri petrochemical Indonesia kalah dengan Singapura yang jelas-jelas tidak memiliki sumber daya energi,” ujarnya.
Sementara itu, kata Lamhot, Indonesia mempunyai sumber daya, tetapi industrinya tidak tumbuh. Dia mencontohkan, salah satu alasan industri petrochemical Indonesia tidak kompetitif adalah harga gas yang mahal.
“Padahal, tujuan Perpres Nomor 121, yang turunannya Permen Nomor 15 itu, adalah supaya industri kita berdaya saing, khususnya di tujuh sektor industri itu,” tegasnya.
Oleh karena itu, politisi dari daerah pemilihan Sumatera Utara II itu meminta Permen Nomor 15 direvisi agar tetap konsisten dalam merealisasikan harga gas 6 dollar AS untuk seluruh tujuh sektor industri yang sudah ditetapkan.
Baca juga: Komisi I DPR Selesai Gelar Fit and Proper Test 13 Calon Dubes, Hasilnya Rahasia
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.