JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, masyarakat Indonesia harus bersyukur karena pandemi Covid-19 di Indonesia bisa dikendalikan tanpa melakukan karantina wilayah (lockdown).
Padahal, saat pertama kali pandemi masuk ke Indonesia, banyak pihak yang mendorong Jokowi melakukan lockdown untuk mengatasi penularan Covid-19.
"Kembali lagi kita memang harus bersyukur. Pandemi bisa dikendalikan tanpa lockdown. (Padahal) itu dulu kalo disurvei satu ruangan saat awal pandemi pasti 90 persen minta lockdown semua. Utamanya yang menengah ke atas," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada acara Mandiri Investment Forum di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (1/2/2023).
"Menteri juga sama, 80 persen (minta) 'Lockdown Pak'. Tapi kan kita menghitung masyarakat yang lain," lanjutnya.
Baca juga: Jokowi: Kalau Dulu Kita Lockdown, Enggak Ada 3 Minggu Pasti Rusuh
Jokowi mengungkapkan, menurut perhitungannya, apabila saat itu pemerintah memberlakukan lockdown, maka tidak sampai tiga minggu kondisinya pasti rusuh.
Sebab, kata dia, masyarakat kecil tidak punya stok logistik dan tabungan yang mencukupi untuk bertahan lebih dari tiga minggu.
"Sehingga, meski saat itu gagap, gugup, tapi saya masih tenang, jernih dan bisa memutuskan dan alhamdulillah tidak keliru," tegas Jokowi.
Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga mengatakan, dirinya dan para menteri terkait, hampir tidak tidur saat mengurusi pandemi Covid-19. Utamanya saat awal-awal pandemi masuk ke Indonesia pada 2020.
"Ngurusin pandemi kita hampir enggak pernah tidur. Ini tanyakan ada tokoh-tokohnya di sini. Ada Pak Airlangga (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto), Pak Luhut (Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan), Pak Erick (Menteri BUMN Erick Thohir)," ujar Jokowi.
"Untungnya enggak pada sampai kurus badannya," lanjutnya berkelakar.
Presiden menjelaskan, saat itu, pemerintah masih belajar menghadapi situasi pandemi.
Terlebih, semua negara di dunia tak ada yang punya pengalaman menghadapi pandemi Covid-19.
Baca juga: Jokowi: Saya Semadi Tiga Hari untuk Putuskan Lockdown atau Tidak
Sehingga, pemerintah Indonesia pun mengalami kesulitan karena saat itu tak ada pakem khusus yang bisa dipelajari.
Kemudian, ungkap Jokowi, ada saat-saat di mana Indonesia kesulitan mencari masker untuk masyarakat.
Menurutnya, jika jumlah kebutuhan masker sedikit, tentu bisa segera diatasi. Tetapi, kendala yang dihadapi adalah jumlah masyarakat di Tanah Air yang sangat banyak, sehingga kebutuhan untuk ketersediaan masker dalam jumlah besar pun perlu usaha yang lebih.
"Kalau satu, dua, tak masalah. Kalau ratusan juta kita bingung mencari. Lalu di awal-awal kita bingung mencari APD (alat pelindung diri) karena semua rumah sakit butuh," kata Jokowi.
Hal yang sama juga terjadi pada kebutuhan ventilator dan tabung oksigen saat varian Covid-19 Delta membuat kasus positif di Indonesia naik drastis.
Baca juga: Sebut Keputusannya Tepat Tak Lakukan Lockdown, Jokowi: Ekonomi Bisa Minus 15-17 Persen
Selain kebutuhan sejumlah alat kesehatan itu, kata Jokowi, persoalan vaksin Covid-19 juga menjadi problem tersendiri.
"Yang paling sulit adalah vaksin. Kalau sejuta, dua juta itu mudah. Tetapi negara kita ini besar. Ada 289 juta orang yang tersebar di 17.000 pulau," tutur Jokowi.
"Bukan hal mudah, untuk menyuntikkan vaksin kepada warga di atas gunung, menyeberang pulau. Dan sampai hari ini kita telah menyuntikkan 450 juta dosis vaksin Covid-19 kepada masyarakat," tambahnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.