Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Litbang "Kompas": 84,7 Persen Responden Akan Gunakan Hak Pilih pada Pemilu 2024

Kompas.com - 01/02/2023, 11:23 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Litbang Kompas mendapati sebagian besar responden, atau sebanyak 84,7 persen orang, akan menggunakan hak pilih mereka pada Pemilu 2024.

Tingginya angka tersebut menunjukkan betapa tingginya antusiasme publik untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024.

Survei Litbang Kompas ini diselenggarakan pada 18-20 Januari 2023 melalui sambungan telepon.

Sebanyak 506 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 34 provinsi.

Baca juga: Pemilu 2024, Jokowi: PSI Jangan Ikut-ikut Partai Lain

Dengan menggunakan metode ini, survei berada di tingkat kepercayaan 95 persen, nirpencuplikan penelitian sebesar kurang lebih 4,36 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

"Sebagian besar responden (84,7 persen) menyatakan akan menggunakan hak pilihnya dalam pemungutan suara pemilu pada 14 Februari 2024," demikian dikutip dari Litbang Kompas, Rabu (1/2/2023).

Pada pemilu serentak terakhir saja, ada 81,9 persen pemilih yang menggunakan hak pilihnya.

Adapun penggunaan hak pilih seseorang dalam suatu pemilu sangat penting karena menjadi tolak ukur kualitas dari penyelenggaraan pemilu.

Pasalnya, tinggi atau rendahnya angka partisipasi secara langsung menjadi cerminan kesadaran masyarakat dalam mengikuti pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

Baca juga: Perselisihan dengan PBNU Berlanjut, Kerja Politik PKB Jelang Pemilu Bisa Terganggu

Itulah kenapa di dalam tahapan penyelenggaraan pemilu, tahapan pemutakhiran data pemilih menjadi tahapan yang paling panjang.

"Setidaknya jika merujuk tahapan Pemilu 2024, tahapan pemutakhiran data pemilih ini sudah dimulai pada Oktober 2022 sampai 7 Februari 2024 atau sepekan sebelum pemungutan suara," tulisnya.

Walau begitu, pada dasarnya, yang bisa menentukan tinggi atau rendahnya partisipasi pemilih di pemilu adalah kesadaran publik itu sendiri.

Untuk itu, penyelenggara Pemilu 2024 harus menuntut sebesar-besarnya peran publik dalam menggunakan hak pilihnya.

Hak pilih yang dimiliki masing-masing individu yang memenuhi syarat seharusnya bisa digunakan sebaik-baiknya.

Sebab, pilihan mereka menjadi bagian penting dari proses untuk menentukan masa depan bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com