JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko menyebut, tudingan ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri terhadap dirinya keliru.
“Enggak ngerti apa yang dimaksud Om itu,” kata Moeldoko saat dihubungi Kompas.com, Selasa (31/1/2023).
Faisal Basri sebelumnya menyebut Moeldoko sebagai “raja conflict of interest”.
Menurut Faisal, konflik kepentingan itu karena Moeldoko juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo).
Baca juga: Faisal Basri: Raja Conflict of Interest Itu Moeldoko, Ada di Pusat Istana
Moeldoko mengatakan, keberadaannya di Periklindo lebih pada menjalankan fungsi sosialisasi kepada masyarakat mengenai kendaraan berbasis energi listrik.
Lembaga itu melakukan edukasi terkait kendaraan yang tidak lagi bersumber pada bahan bakar fosil.
“Sama sekali ngawur. Periklindo itu dalam menjalankan fungsinya lebih kepada sosialisasi kepada masyarakat tentang kendaraan listrik,” ujar Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu juga membantah dirinya menangani online single submission (OSS) dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) seperti yang disebut Faisal.
Adapun OSS merupakan sistem perizinan berbasis teknologi informasi. Sistem ini mengintegrasikan perizinan di daerah dan pusat.
Baca juga: Hasil Musra Kalsel: Mahfud MD, Moeldoko, dan Sandiaga Uno Jadi Figur Cawapres Favorit
Moeldoko mengaku belum membaca dengan detail pernyataan Faisal Basri. Namun, jika Faisal Basri memang menuduhnya demikian maka menurutnya tudingan itu tidak benar.
“OSS dan LKPP itu bukan urusan KSP,” ujar Moeldoko.
“Saya belum membaca pernyataannya tetapi kalau memang seperti itu saya katakan itu tidak benar,” kata dia.
Sebelumnya, Faisal Basri mengkritik benturan konflik kepentingan sejumlah anak buah Presiden Joko Widodo yang memiliki posisi strategis di dunia bisnis.
Salah satunya adalah Moeldoko yang menjabat sebagai Ketua Umum Periklindo dan mengurus OSS dan LKPP.
“Raja conflict of interest itu adalah Moeldoko. Ada di pusat Istana,” kata Faisal di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).
“Itu kan yang namanya petty corruption,” ujar Faisal.
Baca juga: Daftar Komite Cipta Kerja Pengendali Kartu Prakerja, Ada Airlangga hingga Moeldoko
Sebelumnya, TII merilis corruption perception index (CPI) atau indeks persepsi korupsi (IKP) Indonesia merosot 4 poin menjadi 34 pada tahun 2022.
Selain itu, Indonesia juga turun peringkat berada di posisi ke 110, turun 14 peringkat dari tahun sebelumnya di tingkat 96.
Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko mengatakan, dalam pengukuran CPI, pihaknya menggunakan 9 indikator.
Sebanyak poin 3 indikator, tiga stagnan, dan dua indikator mengalami kenaikan.
Adapun salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah political risk service (PRS) international country risk guide atau risiko politik.
Indikator ini turun 13 poin dari 48 pada 2021 menjadi 35 pada 2022. Sementara itu, penurunan dalam jumlah lebih dari 4 poin menunjukkan adanya perubahan signifikan.
“Itu turut menyumbang penurunan CPI kita dari 38 ke 34 tahun ini,” ujar Wawan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.