Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Hakim MK Nilai UU Perkawinan Perlu Direvisi untuk Merepons Pernikahan Beda Agama

Kompas.com - 31/01/2023, 14:15 WIB
Ardito Ramadhan,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic Foekh dan Suhartoyo menilai perlu ada revisi Undang-Undang Perkawinan untuk merespons maraknya pernikahan beda agama.

Hal ini mereka sampaikan ketika membacakan alasan berbeda atau concurring opinion dalam sidang putusan uji materi Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama.

"Dari jumlah perkara dan masa berlakunya Undang-Undang Perkawinan menjelang setengah abad, perlu mendapat perhatian negara agar dilakukan perubahan, khususnya terkait dengan norma perkawinan beda agama," kata Daniel, Selasa (31/1/2023).

Baca juga: MK Tolak Legalkan Pernikahan Beda Agama

Daniel menyebutkan, hingga kini sudah ada sembilan permohonan uji materi terkait pernikahan beda agama yang diajukan ke MK.

Menurut Daniel, pemerintah dan DPR selaku pembentuk undang-undang merupakan lembaga yang tepat untuk mengevaluasi ketentuan tersebut, bukan MK, meski, lembaganya adalah pengawal konstitusi dan memberikan perlindungan hak warga negara.

"Kedua lembaga negara tersebut (DPR dan pemerintah) memiliki perangkat dan sumber daya yang lebih banyak daripada lembaga peradilan, seperti Mahkamah Konstitusi, terutama perangkat dan sumber daya dalam menyerap berbagai aspirasi masyarakat," kata Daniel.

"Begitu juga kemampuan dalam melakukan riset yang mendalam dengan melibatkan berbagai macam disiplin keilmuan dalam menyiapkan naskah akademik," imbuh dia.

Senada dengan Daniel, Suhartoyo berpandangan, negara kurang memberi atensi terhadap pernikahan beda agama dengan tidak mengakui dan menganggapnya tidak sah.

Baca juga: Komnas Perempuan Rekomendasikan MK Kabulkan Permohonan Perkawinan Beda Agama

Ia mengatakan, hal itu tercermin dari berbagai cara yang ditempuh masyarakat untuk dapat menikah beda agama, antara lain dengan menikah di luar negeri atau berpindah agama untuk sementara.

"Seyogyanya negara hadir untuk menyelesaikan permasalahan terkait, melalui adanya pembangunan atau perubahan UU Perkawinan yang pada saat diterbitkan pada tahun 1974 tentu kondisi sosial dan dinamika kehidupan masyarakat belum sekompleks ini," kata Suhartoyo.

Suhartoyo dan Daniel pun sepakat bahwa perubahan ketentuan ini kelak mesti dilakukan dengan dialog terbuka dan melibatkan berbagai pihak, khususnya pimpinan masing-masing agama dan penghayat kepercayaan.

Adapun dalam putusan ini MK kembali menolak permohonan uji materi untuk melegalkan pernikahan beda agama.

Baca juga: PN Tangerang Terima Permohonan Register Perkawinan Beda Agama Islam-Kristen

Gugatan nomor perkara 24/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh seorang lelaki beragama Katolik, Ramos Petege, yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam.

Akan tetapi, pernikahan keduanya terhalang lantaran Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa "perkawinan dikatakan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".

Menurut Ramos, ketentuan tersebut membuatnya kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaan yang dijamin oleh Pasal 29 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 karena ia mesti berpindah agama bila mau menikahi kekasihnya yang berbeda agama.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com