JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyatakan tetap menghormati terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Putri Candrawathi, dan membantah menyebutnya sebagai perempuan tidak bermoral dalam surat tuntutan.
Hal itu disampaikan jaksa penuntut umum saat membacakan tanggapan atas nota pembelaan (replik) Putri, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
“Pada nyatanya kalimat itu sama sekali tidak tertulis dalam surat tuntutan penuntut umum,” ucap Jaksa Sugeng Hariadi saat membacakan replik.
Menurut Jaksa Sugeng, mereka tetap menghormati kedudukan Putri yang didakwa dalam kasus dugaan pembunuhan berencana.
Baca juga: JPU: Tim Pengacara Putri Candrawathi Merasa Paling Hebat, tapi Tak Mampu Buktikan Dugaan Pemerkosaan
"Jaksa penuntut umum menghormati bentuk kedudukan terdakwa Putri Candrawathi sebagai seorang wanita, seorang istri, dan seorang ibu rumah tangga," kata Jaksa Sugeng.
"Sebagaimana Islam memuliakan Maryam, Fatimah, Khadijah, dan Aisyah. Kristen dan Katolik memuliakan Bunda Maria dan Elizabeth, kemuliaan Dewi Sinta dalam cerita Ramayana dan Rani Durgavati dalam bahasa agama Hindu serta kemuliaan Putri Yashodara dalam ajaran agama Buddha,” ujar Jaksa Sugeng.
Jaksa Sugeng melanjutkan, karena sikap hormat itu juga jaksa penuntut umum tidak menyimpulkan hasil poligraf serta beberapa alat bukti yang tidak terkait dengan unsur delik yang didakwakan kepada Putri.
Dalam persidangan beberapa waktu lalu, jaksa penuntut umum memaparkan bukti hasil tes poligraf terhadap Putri.
Baca juga: Skenario Ferdy Sambo-Putri Candrawathi Terbongkar, Jaksa: Tak Ada Kejahatan Sempurna
Menurut ahli poligraf yang saat itu dihadirkan dalam persidangan, Aji Febrianto Ar-Rosyid, skor tes Putri adalah minus 25.
Aji mengatakan, salah satu pertanyaan yang diajukan dalam tes poligraf kepada Putri adalah apakah dia memiliki hubungan khusus atau berselingkuh dengan Yosua yang merupakan ajudan sang suami, Ferdy Sambo.
Saat diminta menyimpulkan hasil tes poligraf itu, Aji menyatakan, Putri Candrawathi terindikasi berbohong.
Sedangkan dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan pada pekan lalu, Putri menyatakan masih tidak memahami dakwaan sebagai pelaku pembunuhan berencana
Dalam pleidoi itu, Putri juga membantah dugaan perselingkuhan.
Baca juga: Pakaian Seksi Putri Candrawathi Disorot, Penasihat Hukum Beri Pembelaan
"Rasanya tidak pernah cukup untuk mendakwa saya sebagai pelaku pembunuhan berencana namun juga menuding saya sebagai perempuan tidak bermoral," kata Putri saat membacakan pleidoi.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus itu terdapat 5 terdakwa yang sudah menjalani sidang tuntutan. Mereka adalah Richard Eliezer (Bharada E) Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal (Bripka RR), dan Kuat Ma'ruf.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai kelima terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Kuat Ma'ruf, menjadi terdakwa pertama yang menjalani sidang tuntutan pada Senin (16/1/2023). Kemudian, ia dituntut pidana penjara 8 tahun.
Baca juga: Jaksa Minta Hakim Tolak Nota Pembelaan Putri Candrawathi
Setelah itu, Ricky Rizal yang menjalani sidang tuntutan. Eks ajudan Ferdy Sambo berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari, atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar.
Eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
Berikutnya, Putri Candrawathi dan Richard Eliezer yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Istri Ferdy Sambo dituntut pidana penjara 8 tahun.
Baca juga: Jaksa: Klaim Pelecehan Putri Candrawathi bak Cerita Bersambung yang Penuh Khayalan dan Siasat Jahat
Sementara itu, eks ajudan mantan Kadiv Propam Polri dari satuan Brimob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada), Richard Eliezer dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.
Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini hanya Richard yang dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca juga: Jaksa: Klaim Pelecehan Putri Candrawathi bak Cerita Bersambung yang Penuh Khayalan dan Siasat Jahat
LPSK juga mengajukan permohonan supaya Richard dipertimbangkan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC) karena pengakuannya membongkar skenario di balik kasus itu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.