JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto menilai, DPR RI saat ini merupakan parlemen yang paling hening selama masa Reformasi.
Hal ini dianggap sebagai bukti bahwa operasi pelemahan politik terhadap suara kritis, termasuk terhadap parlemen yang berperan sebagai pemberi check and balances bagi kekuasaan, telah berhasil.
"Bisa saya sampaikan bahwa DPR kita kali ini adalah DPR paling tenang dan paling hening sepanjang sejarah Reformasi, di mana DPR selalu mengiakan, seia sekata dengan pemerintah, padahal fungsinya seharusnya melakukan kritisme kepada pemerintah," jelas Wijayanto dalam acara "Peluncuran Outlook 2023, Ritual Oligarki Menuju 2024", Minggu (29/1/2023).
Baca juga: Partai Buruh Akan Gelar Aksi di DPR Tolak Perppu Cipta Kerja 6 Februari
Ia menyinggung soal berbagai upaya kekuasaan yang tidak diimbangi dengan kritikan dari parlemen, seperti pelemahan KPK, pembuatan Omnibus Law yang berujung vonis inkonstitusional bersyarat dari Mahkamah Konstitusi, serta penyusunan KUHP baru yang kontroversial.
"Lima tahun ini kita merasa tidak punya wakil rakyat," ucap Wijayanto.
Ia mengungkapkan bahwa operasi pelemahan politik dan kekuatan oposisi ini dilakukan secara terus-menerus bahkan dalam mengintervensi struktur partai politik.
Baca juga: MK Tegur DPR karena Intervensi KPU soal Putusan Dapil Pemilu 2024
Wijayanto menceritakan ulang bagaimana pada 2021 terjadi upaya eksternal merebut Partai Demokrat.
Berikutnya, suksesi kepemimpinan Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), hingga yang terakhir Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dianggap tidak dapat dilepaskan dari dugaan intervensi kekuasaan.
"Sehingga tokoh baru yang terpilih adalah yang lebih dekat atau lebih tunduk kepada kekuasaan," ungkap Wijayanto.
Saat itu hanya Demokrat yang terbilang cukup tangguh untuk melawan intervensi semacam itu dan berhasil bertahan sebagai kekuatan oposisi.
"Tahun 2022 memang tidak ada peristiwa seperti itu (Demokrat), tapi itu justru merefleksikan bahwa kenyataan semua oposisi dan lawan politik sudah bagian dari kekuasaan, makanya tidak ada seperti itu lagi," ujar Wijayanto.
Baca juga: Sidang MK, DPR: Sistem Proporsional Tertutup Bikin Perpecahan Parpol karena Rebutan Izin Ketum
Hasil pengamatan Wijayanto, bukan hanya pelemahan DPR sebagai mitra kritis penguasa, tetaoi terdapat tiga indikator lain yang juga menunjukkan upaya pelemahan politik dilakukan selama lima tahun terakhir, yaitu diabaikannya aturan main demokratis, meningkatnya anjuran kekerasan, dan pemberangusan kebebasan sipil.
Wijayanto menyatakan, hal ini merupakan petunjuk bahwa kepentingan oligarki masih mengakar kuat di kekuasan, bahkan semakin kuat dibandingkan 2019 dan sedang mengonsolidasikan dirinya menghadapi Pemilu 2024.
"Jadi, dari berbagai indikator itu, kami melihat adanya tanda-tanda yang klir tentang kemunduran demokrasi yang masih berlanjut," ucap Wijayanto.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.