Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Substansi Putusan MK Berubah, Pakar Sebut Versi Pembacaan Hakim di Sidang yang Berlaku

Kompas.com - 29/01/2023, 15:16 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari buka suara soal perubahan/perbedaan redaksi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 103/PUU-XX/2022 soal uji materil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK.

Feri menegaskan, redaksi versi putusan yang dibacakan hakim Saldi Isra lah yang berlaku dan berkekuatan hukum, bukan redaksi versi salinan putusan maupun risalah sidang yang kata-katanya berbeda dengan yang disampaikan Saldi di hadapan sidang.

"Tentu saja putusan yang dibacakan yang harus digunakan, karena itu lah putusan hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum," kata Feri kepada Kompas.com pada Minggu (29/1/2023).

Baca juga: Pakar Nilai Berubahnya Redaksi Putusan MK Pelanggaran, Harus Diusut

Feri menegaskan, hal-hal yang disampaikan oleh hakim dalam persidangan tidak boleh diubah.

Pengubahan redaksional dapat dianggap sebagai upaya pemalsuan atau mencoba mengubah makna yang diinginkan dari putusan hakim.

Sebelumnya, perbedaan ini ditemukan advokat Zico Leonard Diagardo Simanjuntak selaku pemohon dalam perkara itu.

Ia mendapati bahwa frasa yang dibacakan hakim MK Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang ia terima, yakni dari "dengan demikian..." menjadi "ke depan..."

"Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra ngomongnya, 'dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK'," kata Zico saat dihubungi Kompas.com, Jumat (27/1/2023).

Baca juga: Perubahan Substansi Putusan MK Diduga Disengaja, Bukan Salah Ketik

"Tapi di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya 'ke depan', 'ke depan hakim konstitusi hanya boleh diganti sesuai dengan Pasal 23," ujar dia.

Secara utuh, menurut dia, yang dibacakan Saldi selengkapnya adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”

Sementara itu, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”

Baca juga: Diduga, Ada Substansi Putusan MK yang Sengaja Diubah Setelah Dibacakan

Perbedaan putusan ini dinilai bakal berimplikasi terhadap proses penggantian hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah yang dilakukan sepihak oleh DPR dan menciptakan kerancuan.

Sebab, jika sesuai yang disampaikan Saldi di sidang, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK sehingga penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.

"Cuma di salinan putusannya malah bilang ke depan, maknanya kan jadi berubah. Kalau ke depan berarti Aswanto diganti enggak apa-apa karena sudah terlanjur," ujar Zico.

Ia menuturkan, perbedaan substansi itu juga bakal berdampak terhadap gugatan yang tengah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempersoalkan penggantian Aswanto.

Baca juga: MK Diminta Usut Dugaan Perubahan Substansi Putusan Terkait Pergantian Hakim Konstitusi

"Kalau pakai putusan, kata-katanya 'dengan demikian hakim tidak boleh diganti dengan cara di luar Pasal 23' auto-menang di PTUN, auto-cancel Pak Guntur menjadi hakim. Tapi kalau diganti kayak begini jadi rancu," kata dia.

Feri menganggap bahwa pemohon tidak perlu khawatir mengenai sikap PTUN terkait implikasi hukum dari perubahan/perbedaan redaksional ini

"PTUN juga tentu memahami bahwa yang dirujuk adalah putusan yang dibacakan, bukan dokumen yang berbeda dengan putusan yang dibacakan," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam Atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Korlantas Kaji Pengamanan Lalu Lintas Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca-Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com