Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Ini Konsepnya Koalisi untuk Menang atau demi Gengsi?

Kompas.com - 27/01/2023, 18:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WALAU Pemilihan Presiden (Pilres) 2024 masih lama akan digelar, tetapi aromanya sudah mulai bikin jengah publik. Mirip dengan suara mainan lato-lato yang bikin kepala terasa spaneng, maka manuver politik partai-partai semakin sulit “mententramkan” elite-elite politik yang syahwat kekuasaannya terkesan over di masyarakat.

Tidak ada yang mau mengalah, semua merasa pantas menjadi presiden atau wakil presiden. Saling mematut diri di media sosial berlagak menjadi pemimpin negeri. Mungkin meniru ilmu dari kecap, penyedap masakan yang berwarna hitam dan kental. Semuanya mengaku pantas menjadi nomor 1 tanpa menyadari dirinya pun sebenarnya juga belum layak untuk jadi nomor 73 sekalipun.

Mahasiswa di kelas-kelas perkuliahan yang saya ampu, kerap mempertanyakan previlege yang diterima putra-putri pemimpin negeri sekaligus “owner” partai politik yang begitu istimewa di pelataran politik nasional. Begitu “procot” langsung menyandang calon pemimpin negeri karena begitu istimewanya kedudukan mereka di partai politik yang “ditumbuh-kembangkan”.

Baca juga: Nasdem Mengaku Tak Mundur dari Penjajakan Koalisi Perubahan meski Bertemu Gerindra-PKB

Bapak atau ibu menjadi ketua umum suatu partai politik maka suatu saat kelak putra-putrinya akan mewarisi “darah biru” menjadi petinggi partai. Tidak perlu meniti karir politik dari tingkat ranting yang terendah tetapi bisa langsung “mak ceprot” menjadi calon anggota legislatif untuk Senayan dengan nomor urut “kecil” dan mendapat sokongan suara dari caleg-caleg lain di tingkat bawah.

Akan berbeda jika putra-putri “pemilik” partai mempunyai jejak perjuangan yang merayap dari bawah dan akhirnya bercokol di jajaran teras partai. Ada yang “berdarah biru” dan ada yang “berdarah-darah”.

Semuanya tergantung dari didikan orangtuanya dan sikap serta etos perjuangan dari putra-putri pemilik keistimewaan tersebut. Ingin memperlakukan anaknya seperti kristal kaca yang dirawat penuh keistimewaan atau seperti batu galian tambang yang harus ditempa.

Mencermati arah koalisi-koalisi dini yang terjadi sekarang ini, ibaratnya kita semua menyaksikan tayangan sinetron “Ikatan Cinta” yang pemeran utamanya memilih hengkang. Padahal kadung diidolakan dan dirindukan kemunculannya, Amanda Manopo sang pemeran utama “Ikatan Cinta” memilih keluar. Penonton kecewa dan berpikir untuk menyudahi menonton sinetron yang jumlah episodenya mencapai ratusan.

Langkah Nasdem yang mencoba mencari terobosan “keluar” dan menjajaki kerja sama politik dengan Gerindra dan PKB tidak terlepas dari suasana di Koalisi Perubahan sedang “tidak baik-baik saja”. Publik apalagi pengamat yang intens mencermati langkah-langkah Nasdem memprediksikan koalisi yang digagas Nasdem itu tidak terlepas dengan alotnya penentuan posisi cawapres yang akan disandingkan dengan Anies Baswedan.

Surya Paloh dan Nasdem pasti sudah belajar banyak dari “tabiat” politik Demokrat yang sulit “diatur” dan maunya “menang sendiri”. Nasdem harus menyeimbangkan bandul politiknya di tengah, antara PKS dan Demokrat. Demokrat pun juga tengah melakukan upaya politik yang maksimal yakni menawarkan sang ketua umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk posisi “pengantin-nya” Anies.

Daya tawar politik Demokrat sudah “turun” setelah sebelumnya memasang banderol AHY untuk posisi capres.

PKS yang juga memamerkan kekuatannya, akhirnya menyodorkan nama bekas Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan atau Aher di posisi cawapres usai mengeliminasi sejumlah nama elite-elite PKS. Dalam perjalanannya, PKS akhirnya pasrah jika AHY yang akhirnya dipinang Anies dan Nasdem sebagai cawapres.

Baca juga: Demokrat Tak Khawatir Pertemuan Surya Paloh-Jokowi Gagalkan Koalisi Perubahan

Apa kompensasi yang diminta PKS dengan sikapnya yang “legowo” dan mengalah? Pasti ada deal-deal politik yang “memusingkan” internal Koalisi Perubahan.

Perjuangan Nasdem untuk mencapreskan Anies Baswedan bukanlah perkara gampang. Kondisi itu tidak bisa dipahami dengan sederhana oleh Demokrat.

Dengan mencalonkan Anies, begitu besar resiko yang harus dihadapi Nasdem. Serangan politik bertubi-tubi diterima Nasdem, yakni permintaan agar segera keluar dari kabinet dengan menarik tiga menterinya (Pertanian, Komunikasi & Informasi serta Lingkungan Hidup).

Pertama Nasdem mengundang “musuh-musuh besar” politik, terutama dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan partai-partai sekondannya di koalisi pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin yang selama ini “berseberangan” dengan Anies Baswedan. PDI-P dan PSI begitu “sewot” dengan langkah pencapresan Anies oleh Nasdem.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com