JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan berharap mantan Koordinator Sekretaris Pribadi (Koorspri) eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Ferdy Sambo, Chuck Putranto dapat memperbaiki diri usai menjalani hukuman dalam kasus obstruction of justice.
Hal itu disampaikan jaksa saat membacakan hal-hal yang meringankan tuntutan pidana terhadap Chuck Putranto dalam kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Diketahui, Chuck Putranto dituntut penjara selama 2 tahun dan denda Rp 10 juta karena dinilai terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di kemudian hari,” ujar jaksa dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Baca juga: Chuck Putranto Dituntut 2 Tahun Penjara di Kasus “Obstruction of Justice”
Selain itu, yang jadi pertimbangan jaksa menuntut eks anggota Polri dengan pangkat terakhir Komisaris Polisi (Kompol) ini adalah Chuck Putranto dinilai telah bersikap sopan dalam memberikan kesaksian di persidangan.
Chuck Putranto yang belum pernah dihukum dan terlibat kasus hukum juga menjadi pertimbangan jaksa meringankan tuntutan dalam kasus perintangan penyidikan tersebut.
Dalam surat tuntutan, jaksa mengatakan, Chuck Putranto turut serta melakukan perintangan penyidikan bersama dengan Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Baiquni Wibowo dan Irfan Widyanto.
Jaksa menilai, Chuck Putranto berperan menyimpan dua decoder vital CCTV di Kompleks Polri, Duren Tiga yang berasal dari pos security Duren Tiga dan rumah Kanitreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit.
Baca juga: Selain Pidana Badan, Chuck Putranto Juga Dituntut Denda Rp 10 Juta
Decoder itu diterima Chuck Putranto dari pekerja harian lepas (PHL) pada Divisi Propam Polri, Ariyanto yang mendapatkan decoder itu dari Irfan Widyanto.
Menurut jaksa, penguasaan atas decoder CCTV sebagai barang bukti kematian Brigadir J merupakan tindakan melanggar hukum.
Adapun perintangan proses penyidikan ini diawali adanya peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Akibat kejadian itu, Ferdy Sambo menghubungi Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat sebagai Kepala Biro (Karo) Paminal Polri untuk datang ke rumah dinasnya dengan niat menutupi fakta yang sebenarnya.
Berdasarkan surat tuntutan yang dibacakan jaksa, Ferdy Sambo lantas merekayasa cerita bahwa terjadi tembak-menembak antara Richard Eliezer atau Bharada E dengan Brigadir J di rumah dinasnya yang menyebabkan Brigadir J tewas.
Eks Kadiv Propam Polri memberikan perintah untuk segera menghapus dan memusnahkan semua temuan bukti CCTV di lingkungan Kompleks Polri, Duren Tiga, setelah pembunuhan Brigadir J.
Baca juga: Jaksa Nilai Chuck Putranto Tahu Pengambilan DVR CCTV Berhubungan dengan Kematian Brigadir J
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.