JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Martin Simanjuntak, mengungkapkan, "gerakan bawah tanah" untuk mengintervensi perkara dugaan pembunuhan berencana sudah terjadi sejak awal kasus dilaporkan.
Ia menuturkan, setelah resmi memberikan laporan ke Bareskrim Polri pada 18 Juli 2022, kuasa hukum keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, diajak bertemu oleh dua anggota Polri.
“Pada saat itu orang ini belum jadi brigjen, masih kombes, dan satu lagi jenderal (bintang) dua, untuk menemui di salah satu daerah Jakarta,” sebut Martin dalam program Satu Meja The Forum Kompas TV, Rabu (25/1/2023) malam.
Ia menyampaikan, kedua polisi itu berasal dari luar Jakarta dan mengajak bertemu untuk memengaruhi Kamaruddin agar perkara yang melibatkan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo itu diselesaikan secara damai.
Baca juga: Geger Isu Gerakan Bawah Tanah Vonis Ferdy Sambo, Polri Buka Suara
“Lalu, Abang kita (Kamaruddin) bilang ya enggak bisa kalau belum ada yang bersalah, belum ada tersangkanya, dan tidak mengakui perbuatan,” ucap dia.
Bahkan dua anggota tersebut, lanjut Martin, menawarkan uang untuk Kamaruddin.
“Pada saat itu ditawari uang, (tapi) kami tidak akan bisa melakukan hal tersebut (berdamai),” kata dia.
Namun, Martin mengaku tak tahu apakah gerakan itu saat ini masih dilakukan oleh anggota Polri yang sama untuk memengaruhi proses peradilan menjelang vonis para terdakwa.
Akan tetapi, berdasarkan cerita Kamaruddin kepada Martin, upaya mengganggu jalannya proses persidangan masih terjadi.
Baca juga: Kompolnas Tak Heran Ada Gerakan Bawah Tanah yang Pengaruhi Vonis Ferdy Sambo
“(Tapi) saya tidak tahu karena Bang Kamaruddin tak menceritakan pada saya, siapa yang sedang melobi. Apakah orang yang sama, pangkat bintang yang sama pada saat (pertemuan) di awal 18 Juli,” imbuhnya.
Adapun dugaan adanya gerakan untuk mengganggu proses persidangan jelang vonis kasus dugaan pembunuhan berencana pada Yosua pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mahfud mengeklaim, ada langkah untuk memengaruhi hakim agar Sambo dihukum, dan ada pula yang meminta dibebaskan.
Bahkan, ia mendengar kabar ada brigjen dan mayjen dalam gerakan tersebut.
“Banyak kok. Kalau Anda punya mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya letjen," ucap Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Diketahui, para terdakwa dalam perkara ini sudah menjalani sidang pembacaan tuntutan.
Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, serta Ricky Rizal dituntut delapan tahun penjara. Sementara itu, Sambo dituntut seumur hidup dan Richard Eliezer mendapatkan tuntutan 12 tahun penjara.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.