Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ferdian Ahya Al
Dosen

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Sebelas Maret

Dukungan Jokowi untuk RUU PRT: Lampu Hijau Ratifikasi Konvensi ILO 189?

Kompas.com - 25/01/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo baru-baru ini mengeluarkan pernyataan mengenai dukungannya untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Jokowi mendesak agar pihak terkait mempercepat proses pengesahan.

Selama ini, PRT merupakan salah satu kelompok pekerja yang rentan terhadap pelanggaran dan kekerasan di tempat kerja.

Dilansir dari JalaStoria, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mencatat bahwa dalam kurun waktu 2015 hingga 2022, setidaknya terdapat sebanyak 3.255 kasus kekekerasan yang dialami oleh PRT.

Baca juga: Jokowi: PRT Rentan Kehilangan Haknya, Sudah Waktunya Kita Punya UU PPRT

Angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Misalnya pada 2018 dalam catatan JALA PRT terdapat 434 kasus kekerasan terhadap PRT. Kemudian, pada 2019, angka kekerasan yang dialami PRT meningkat menjadi 467 kasus.

Lebih lanjut, kasus kekerasan terhadap PRT kerap terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga pelanggaran dalam bentuk lain seperti pemotongan gaji.

Dikutip dari Konde.co, Sri Siti Marni merupakan salah satu korban yang pernah mengalami penyekapan selama 9 tahun beserta tindakan kekerasan lain.

Kasus lain, misalnya, dialami oleh Toipah, yang mengalami penganiayaan hingga gaji yang tidak dibayarkan.

Dua kasus di atas merupakan secuil kasus dari berbagai kasus lainnya, baik yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri.

Bahkan, banyak dari PRT yang ada, merupakan anak di bawah umur. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mereka yang dikategorikan sebagai anak adalah setiap orang yang berusia 18 tahun. Dengan kata lain, pekerja yang berusia di bawah 18 tahun, dianggap sebagai pekerja anak.

Menjadi PRT anak, pernah dialami oleh Nur, yang saat ini bekerja sebagai salah satu staf Divisi Internal LBH APIK Semarang.

Pada salah satu artikel di konde.co, disebutkan bahwa ia pernah menjadi PRT anak guna membantu orangtuanya, sebelum akhirnya ia mampu melanjutkan sekolahnya dan kini dapat menjadi pendamping bagi para PRT dan para korban kekerasan seksual.

Berbagai kasus di atas, menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap PRT di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo kemudian menyampaikan dukungannya untuk pengesahan RUU PRT melalui pernyataan pers yang digelar pada Rabu (18/1/2023).

Jokowi menuturkan bahwa hukum ketenagakerjaan di Indonesia belum ada yang secara khusus dan tegas mengatur masalah tersebut.

Pernyataan ini juga diamini oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, yang menyebutkan bahwa selama ini belum ada payung hukum dalam bentuk UU.

Sementara, regulasi yang ada merujuk pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com