JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani meminta supaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mempolitisasi intelijen menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi permintaan Presiden Jokowi yang meminta Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengorkestrasi intelijen.
”Presiden Jokowi jangan mempolitisasi Kementerian Pertahanan melalui perubahan fungsi dan struktur intelijen, hanya karena investasi politik melalui Menhan Prabowo, sekaligus ajang peralihan pijakan politik dari Parpol pendukung dan seluruh komponennya, ke calon penguasa yang baru,” kata Julius saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/1/2023).
Julius menyatakan usulan Presiden Jokowi supaya Kementerian Pertahanan (Kemenhan) menjadi koordinator lembaga intelijen berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Baca juga: Kata Eks Stafsus Presiden soal Instruksi Jokowi ke Prabowo Terkait Orkestrasi Info Intelijen
"Mengubah posisi Kementerian Pertahanan dalam fungsi dan struktur intelijen juga melanggar konstitusi UUD Negara RI Tahun 1945 karena mengubah Kementerian Pertahanan secara ketatanegaraan," ucap Julius.
Menurut Julius, Kementerian Pertahanan adalah 1 dari 3 kementerian yang tidak dapat dibubarkan atau diubah Presiden, karena diatur langsung oleh konstitusi UUD 1945.
Julius mengatakan, dengan menempatkan Kementerian Pertahanan menjadi koordinator intelijen di atas Badan Intelijen Negara (BIN) juga melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011.
"Dan justru terlihat hendak mengutamakan pendekatan sektoral pertahanan yang bernuansa militerisme, dan artinya isu pertahanan membawahi isu hukum, hak asasi manusia, dan lainnya, dan berpotensi semakin menjauhkan kebijakan negara dari supremasi dan kebebasan sipil sebagai mandat reformasi," ucap Julius.
Baca juga: Jokowi Tunjuk Kemenhan Jadi Orkestrator Info Intelijen, PKS: Tak Sesuai Amanat UU
Julius mengatakan, dalam Pasal 1 Angka 1 UU 17/2011 menegaskan intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.
Definisi dalam UU 17/2011 itu, kata Julius, menjelaskan fungsi intelijen sebagai bahan perumusan kebijakan dan straegi nasional, yang menstrukturkan hierarki instansi sektoral (TNI, Polri, Kejaksaan, Kementerian/Lembaga).
Selain itu, kata Julius, dalam Pasal 9 dan Pasal 38 UU 17/2011 disebutkan intelijen adalah badan sebagai pengumpul informasi dan fakta melalui isu dan perspektif sektoral, sehingga dapat dirumuskan secara holistik dan komprehensif oleh koordinator intelijen, yakni Badan Intelijen Negara (BIN).
Selain itu, kata Julius, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 67 tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara, ditegaskan relasi fungsi dan hierarki tersebut dalam Pasal 3.
Baca juga: Tak Sependapat dengan Jokowi, Anggota DPR: BIN Koordinator Intelijen, Bukan Kemenhan
Isi Pasal 3 Perpres Nomor 67 tahun 2013 adalah, "BIN sebagai koordinator penyelenggara Intelijen Negara bertugas mengoordinasikan penyelenggaraan Intelijen Negara; memadukan produk Intelijen; melaporkan penyelenggaraan koordinasi Intelijen Negara kepada Presiden; dan mengatur dan mengoordinasikan Intelijen pengamanan.”
Sebelumnya, Presiden Jokowi menugaskan Prabowo Subianto agar Kemenhan menjadi lembaga yang mengoordinasi informasi intelijen terkait pertahanan dan keamanan.
Hal ini disampaikan Jokowi saat menghadiri Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan di kantor Kementerian Pertahanan, Rabu (18/1/2023).
"Tadi di dalam saya menyampaikan pentingnya Kementerian Pertahanan menjadi orkestrator bagi informasi-informasi intelijen di semua lini yang kita miliki," kata Jokowi.
Baca juga: Ingatkan Soal Intelijen, Jokowi: Jangan Sudah Kejadian Saya Baru Dikasih Tahu
Jokowi menyebutkan, informasi intelijen itu selama ini berasal dari banyak institusi, antara lain Badan Intelijen Negara, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian RI, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Menurut Presiden, beragam informasi itu harus dijadikan sebagai informasi yang solid untuk menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan.
"Ini harus diorkestrasi agar jadi informasi yang satu sehingga kita memutuskan policy, memutuskan kebijakan, itu betul, paling tidak mendekati benar," ujar Jokowi.
Ia pun mewanti-wanti agar jangan sampai potensi terjadinya sebuah peristiwa baru dilaporkan kepadanya saat sudah kejadian.
Baca juga: Jokowi Minta Kemenhan Mengorkestrasi Info Intelijen
"Langkah kerja memang harus preventif terlebih dahulu, ini hati-hati. Ini akan terjadi, kemungkinan akan terjadi seperti ini, jangan sudah kejadian saya baru dikasih tahu," kata Jokowi.
(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Bagus Santosa)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.