KOMPAS.com – Kementerian Agama (Kemenag) secara rutin menyampaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan memberikan usulan besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) setiap musim haji tiba.
Untuk 2023, Kemenag mengusulkan BPIH sebesar Rp 98.893.909 dan Bipih sebesar Rp 69.193.733. Adapun jumlah subsidi yang diberikan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) adalah sebesar Rp 29.700.175.
Mantan anggota Dewan Pengawas (Dewas) BPKH sekaligus Dosen Program Studi (Prodi) Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Muhammad Akhyar Adnan mengatakan bahwa jika diperhitungkan, setoran biaya haji setiap jemaah akan berkurang sebesar nominal pada akumulasi virtual account yang dimiliki.
Adapun, nominal dalam virtual account besarnya berdasarkan bagi hasil BPKH setiap dua kali setahun.
Ia mencontohkan, jika jumlahnya saja sebesar Rp 3 juta, setiap jemaah harus menyiapkan Rp 29.700.175 dikurangi Rp 3 juta sehingga menjadi Rp 26.700.175. Padahal, sebelum pandemi Covid-19 dan 2022, calon jemaah haji hanya perlu membayar setoran lunas naik haji sebesar Rp 10 juta.
“Hal tersebut selalu menjadi perdebatan setiap tahun, terlebih jika peningkatannya cukup drastis,” ujar Akhyar dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (21/1/2023).
Meski demikian, Akhyar menjelaskan bahwa kenaikan setoran awal biaya haji tersebut cukup beralasan mengingat meningkatnya harga komponen biaya haji.
Sebut saja, depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dan Riyal Saudi Arabia (SAR), naiknya biaya pesawat, hotel atau akomodasi, konsumsi, serta beban masyair yang tahun lalu naik dari 1500 SAR menjadi 6000 SAR.
Baca juga: Daftar Tarif Sertifikasi Halal Kementerian Agama
Berdasarkan hal tersebut, Akhyar menilai bahwa kenaikan biaya haji pada 2023 dapat dimaklumi. Hal ini sesuai dengan anjuran dalam Surat Ali 'Imran Ayat ke-97 bahwa ibadah haji diperuntukkan untuk orang-orang yang mampu. Dengan demikian, kenaikan biaya haji dapat dipahami dan dimaklumi oleh jemaah.
“Berdasarkan ayat tersebut, jemaah sebaiknya tidak memaksakan diri jika belum mampu,” tuturnya.
Akhyar memberikan perbandingan, umumnya jamaah yang melakukan umrah selama 10 hari di Arab Saudi menghabiskan biaya sebesar Rp 25 juta. Dengan perbandingan ini, jamaah yang melaksanakan ibadah haji selama 40 hari dapat menghabiskan Rp 100 juta.
“Biaya tersebut belum mempertimbangkan musim haji terjadi pada musim puncak yang mana semua komponen biaya naik, setidaknya dua kali lipat di luar musim haji. Apalagi dari semua setoran tersebut, sebesar 1500 SAR akan dikembalikan sebagai living cost jemaah haji,” ujar Akhyar.
Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Iskan Qalba Lubis dalam sebuah tayangan TV swasta menuding, kenaikan biaya haji tak lepas dari kesalahan BPKH.
Menanggapi tudingan tersebut, Akhyar menilai bahwa tudingan itu tidak beralasan. Pasalnya, BPKH selalu membaca dan mengkaji keberlanjutan dana haji sejak lama.
Menurutnya, bila tidak ada perubahan kebijakan dalam pengelolaan dana haji, terdapat potensi pelaksanaan skema Ponzi pada ibadah haji suatu waktu. Pasalnya, subsidi jemaah yang akan berangkat harus diambil dari setoran jamaah tunggu.