JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi III DPR melakukan kunjungan kerja spesifik ke Sulawesi Tengah terkait kasus kerusuhan di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Kabupaten Morowali Utara. Adapun Kunjungan itu dilakukan pada Kamis (19/1/2023) hingga Jumat (20/1/2023).
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, salah satu perwakilan yang hadir, mengatakan bahwa Komisi III sudah bertemu dengan sejumlah pihak terkait kasus tersebut.
"Dalam kesempatan rapat di Mapolda Sulawesi Tengah, Komisi III mendapat paparan rinci dari Kapolda (Irjen Rudy Sufahriadi) dan jajarannya terkait dengan peristiwa unjuk rasa yang kemudian disusul dengan kerusuhan dan pembakaran sejumlah mes TKA China serta bentrok fisik antara TKA Cina dan TKI yang berunjuk rasa," kata Arsul dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat.
Arsul menjelaskan, pihak kepolisian menyatakan bahwa telah berusaha meredam kerusuhan tersebut dengan menghindarkan diri untuk terjadi bentrokan yang keras. Kapolda, kata Arsul, juga mengeklaim tidak ada penembakan peluru terhadap mereka yang berunjuk rasa.
"Para pengunjuk rasa sendiri setelah turunnya Polri juga lebih dapat mengendalikan diri," jelasnya.
Selain dari Kapolda Sulawesi Tengah, Komisi III juga mendengarkan penjelasan para pengurus yang mewakili Serikat Pekerja PT. GNI.
Arsul mengatakan, mereka menyampaikan bagaimana manajemen PT GNI melakukan pelanggaran, baik hak konstitusional para pekerja untuk berserikat, maupun melanggar aturan-aturan ketenagakerjaan.
Adapun aturan ketenagakerjaan yang dinilai dilanggar manajemen PT GNI adalah melakukan kontrak kerja untuk jangka waktu pendek dengan cara memperpanjang hanya per bulan.
"Kemudian para pekerja yang bergabung atau menjadi anggota dengan serikat pekerja tidak diperpanjang kontraknya oleh manajemen PT. Mereka juga diperlakukan berbeda atau diskriminatif dalam soal gaji dan lain-lain dibanding TKA Cina meski jenis pekerjaan mereka sama," ungkap Arsul.
Baca juga: 3 Poin Sikap Pemerintah soal Bentrok Antarpekerja di PT GNI Morowali
Dia melanjutkan, Komisi III DPR menyampaikan kepada manajemen PT. GNI bahwa meskipun industri mereka adalah proyek strategis nasional, namun tidak berarti bisa berlaku melangkahi hak konstitusional maupun aturan UU ketenagakerjaan. Misalnya, dengan menekan pekerja yang berserikat dalam serikat pekerja.
"Komisi III meminta agar PT GNI memperbaiki perilaku manajemennya sehingga ke depan kerusuhan-kerusuhan seperti yang telah terjadi tidak terulang lagi," pinta Arsul.
Di sisi lain, Arsul menjelaskan bahwa Komisi III meminta agar pendekatan keadilan restoratif hendaknya digunakan polisi dalam proses penegakan hukum terhadap 17 orang yang dijadikan tersangka.
Baca juga: Dua Jenazah Korban Kerusuhan PT GNI Dipulangkan ke Kampung Halaman
Demikian pula, lanjut Arsul, terhadap manajemen maupun TKA yang bersalah juga harus diproses hukum.
"Komisi III akan melihat proses hukum selanjutnya apakah ada diskriminasi atau tidak," ujar Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.
Diberitakan sebelumnya, dalam kerusuhan di PT GNI Sabtu (14/1/2023), terdapat dua pekerja yang meninggal dunia, yakni satu pekerja lokal dan satu lainnya pekerja asing.
Selain itu, sebanyak tujuh kendaraan dan alat berat juga dibakar massa. Kemudian seratus kamar mes pekerja ikut rusak dan dibakar massa.
Baca juga: Soal Ricuh di PT GNI, Bahlil: Patut Disayangkan, Ini Melahirkan Persepsi yang Kurang Elok
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, kerusuhan berawal dari ajakan mogok kerja.
"Bentrokan yang terjadi di perusahaan smelter GNI ini dipicu karena adanya provokasi yang muncul karena ada ajakan mogok kerja," kata Sigit dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Sigit menuturkan, ajakan mogok kerja itu muncul karena ada beberapa peristiwa terkait masalah industrial yang sedang dirundingkan.
Ia menyebutkan, ajakan mogok kerja itu menimbulkan pro dan kontra serta diwarnai upaya pemaksaan.
Baca juga: Lusa, Komisi III DPR Kunjungi PT GNI Lokasi Bentrokan Maut yang Tewaskan 2 Pekerja
Akan tetapi, kata Sigit, tiba-tiba muncul kabar yang viral bahwa telah terjadi pemukulan oleh TKA terhadap TKI yang memprovokasi para pekerja.
"Muncul viral seolah-olah telah terjadi pemukulan oleh TKA terhadap TKI, sehingga inilah kemudian yang memunculkan pengaruh provokasi dan kemudian mengakibatkan terjadinya penyerangan," ujar dia.
Padahal, kata Sigit, tidak ada kejadian pemukulan TKA terhadap TKI sebagaimana informasi yang viral.
"Terkait dengan isu provokasi yang ada, saya luruskan bahwa peristiwa yang sebenarnya tidak seperti itu," kata Sigit.
Dia melanjutkan, polisi telah menangkap 71 orang terkait peristiwa itu dan menetapkan 17 orang sebagai tersangka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.