JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempersoalkan pembatasan akses publik untuk mengikuti sidang tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi selaku perwakilan koalisi menilai, pembatasan itu justru mengindikasikan ada upaya untuk menutupi proses hukum tragedi Kanjuruhan.
"Jika pembatasan terhadap akses persidangan untuk turut mengawal jalannya persidangan kasus Kanjuruhan terus dilakukan, maka terdapat indikasi adanya upaya untuk menutupi proses hukum tragedi Kanjuruhan," kata Andi dalam keterangan pers, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Polisi Jadi Kuasa Hukum Terdakwa Tragedi Kanjuruhan Dinilai Tabrak Aturan
Andi mengingatkan, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa persidangan dilakukan secara terbuka untuk umum.
Ia mengatakan, masyarakat khususnya keluarga korban tragedi Kanjuruhan dan awak media semestinya mendapat akses seluas-luasnya untuk melihat dan mengawal proses persidangan.
Menurut Andi, jika isu keamanan menjadi alasan sidang digelar terbatas, majelis hakim tetap harus memberikan alternatif supaya publik bisa mengikuti jalannya sidang.
"Seharusnya PN Surabaya dapat memberikan pilihan lain agar jurnalis dan masyarakat tetap dapat melihat dan memantau jalannya persidangan," kata Andi.
Baca juga: KY Pantau Jalannya Sidang Tragedi Kanjuruhan
Selain soal terbatasnya akses mengikuti sidang, koalisi juga menilai ada dua keganjilan lainnya dalam proses persidangan tragedi Kanjuruhan.
Pertama, 5 terdakwa dalam kasus ini mengikuti sidang secara online alias tidak hadir langsung di ruang sidang, padahal KUHAP mewajibkan terdakwa untuk hadir dalam persidangan.
"Dan juga dari segi urgensi memungkinkan untuk para terdakwa hadir di dalam persidangan pidana, terlebih lagi sekarang sudah dicabut keputusan berkaitan dengan kebijakan PPKM oleh pemerintah," kata Andi.
Keganjilan lainnya adalah ditunjuknya anggota Polri sebagai kuasa hukum para terdakwa, padahal anggota Polri tidak berwenang menjadi advokat dan memberikan pendampingan hukum.
Baca juga: KY Minta Hakim Sidang Tragedi Kanjuruhan Perhatikan Aspek Akses dan Partisipasi Publik
"Pembiaran atau diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam proses persidangan pidana menurut kami ini dapat merusak atau melecehkan sistem hukum di Indonesia," kata dia.
Oleh karena itu, pada hari ini koalisi mendatangi Komisi Yudisial (KY) untuk meminta KY memantau dan mengawasi secara langsung jalannya persidangan.
Koalisi juga meminta KY untuk mendalami berbagai keganjilan tersebut yang dinilai dapat mengarah pada indikasi pelanggaran hukum.
"Kami khawatir dari berbagai keganjilan yang kami sebutkan tadi proses persidangan pidana diduga hanya sekadar formalitas atau bisa dimaknai sebagai persidangan yang dimaksudkan untuk gagal," kata Andi.
Baca juga: KY Diminta Turun Langsung Awasi Sidang Tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya
Seperti diketahui, sidang perdana tragedi Kanjuruhan telah diselenggarakan di PN Surabaya pada Senin (16/1/2023) awal pekan ini.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut digelar secara terbatas dan tidak boleh disiarkan secara langsung.
Hal ini membuat kecewa sejumlah keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang ingin mengikuti jalannya sidang.
Ada lima terdakwa dalam kasus ini yakni Abdul Haris (bekas ketua panitia pelaksana pertandingan), bekas security officer Suko Sutriso, Kabag Ops Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi 3 Satuan Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarmawan.
Baca juga: Ketua Komisi X DPR: Siapapun yang Jadi Ketum PSSI Harus Tuntaskan Tragedi Kanjuruhan
Tragedi Kanjuruhan sendiri adalah peristiwa kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malan, pada 1 Oktober 2022 lalu setelah pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.
Sebanyak 135 orang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut setelah aparat menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton yang menyebabkan kericuhan dan kerusuhan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.