JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro meminta pihaknya dilibatkan oleh pemerintah dalam upaya pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat.
Ia menilai berbagai langkah pemulihan tak bisa hanya melibatkan kementerian atau lembaga.
“Tetapi juga (melibatkan) lembaga independen tadi yang disebutkan seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK,” ujar Atnike dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/1/2023).
Baca juga: Tak Ingin Ratusan Petugas KPPS Meninggal, Komnas HAM Bentuk Tim Pemantau
Ia menyarankan, yang mesti dilibatkan pertama adalah Komnas Perempuan. Pasalnya, banyak kasus pelanggaran HAM diikuti oleh kekerasan pada perempuan, dan gender tertentu.
Selain itu, Atnike juga berharap pemerintah membuka ruang diskusi pada korban.
Sehingga proses pemulihan bisa sesuai dengan keinginan, dan kebutuhan para korban.
“Karena mereka lah yang tahu persoalan-persoalan atau trauma, atau kerugian yang dialami,” ucapnya.
Baca juga: Anggota DPR Minta Komnas HAM Intervensi Kasus Kekerasan Seksual
Terakhir ia menuturkan agar pemulihan hak korban tidak didasarkan hanya pada rasa belas kasihan.
Namun harus ada upaya pemerintah untuk merangkul para korban agar terus merasa sebagai warga negara Indonesia.
“Tetapi pemulihan yang mengembalikan harkat, martabat para korban sebagai bagian anak bangsa,” imbuhnya.
Diketahui Presiden Joko Widodo telah mengakui dan meminta maaf atas 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Baca juga: Jokowi Janji Carikan Gedung Baru untuk Komnas HAM
Selanjutnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan langkah non yudisial untuk memulihkan hak korban tak lantas membuat langkah yudisialnya dihentikan.
Adapun 12 pelanggaran HAM berat masa lalu itu adalah:
1. Peristiwa 1965-1966
2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985