JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengkritik cara pemerintah buat menyelesaikan 12 kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat melalui mekanisme di luar pengadilan atau non-yudisial hanya sekadar memberikan santunan dan tidak menyentuh inti permasalahan yakni memperjuangkan keadilan bagi korban dan pelaku.
"Tidak jelas konsep dan metodenya. Bahkan tujuannya bertentangan dengan keadilan bagi korban. Merujuk pada substansinya, justru sebatas nuansa 'kerohiman' melalui santunan fasilitas berbasis anggaran saja," kata Julius saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/1/2023).
Julius mengatakan, mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM dengan cara non-yudisial tidak mempunyai dasar hukum dan tidak berbasis mekanisme pada Undang-Undang Nomor 39/1999 tentang HAM dan KomnasHAM.
Selain itu, kata Julius, penyelesaian kasus pelanggaran HAM tidak mengenal mekanisme non-yudisial.
Julius juga menyoroti penelusuran yang dilakukan Tim PPHAM terhadap korban pelanggaran HAM berat tidak terbuka dan menyeluruh.
Baca juga: Pemerintah Rumuskan Pemulihan Hak Korban Pelanggaran HAM Berat
"Tim PPHAM juga bilang bahwa menggali informasi dari korban. Berarti kan korbannya sudah ditargetin, sudah dipilih korban yang mana saja supaya enggak melebar, meluas dan segala macamnya," ucap Julius.
"Jadi kepura-puraan ini semakin terlihat jelas gitu lho. Kebohongan ini semakin terlihat jelas," lanjut Julius.
Julius juga mengatakan, kelompok masyarakat sipil dan para pegiat HAM menemukan fakta pemerintah tidak melibatkan korban dalam penyusunan atau pembentukan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 tahun 2022 terkait Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM).
"Enggak ada perspektif korban sama sekali. Perspektifnya perspektif penguasa. Ujungnya kami sudah baca nantinya akan ada peradilan-peradilan fiktif yang tujuannya untuk mencuci dosa," ujar Julius.
Baca juga: Anggota DPR Minta Pemerintah Ungkap Kebenaran Pelanggaran HAM Masa Lalu
"Nanti tinggal bilang, 'sudah diadili tuh tapi memang buktinya tidak cukup saja. Memang konstruksinya tidak kuat saja.' Padahal memang mereka yang menyusun buktinya. Mereka juga yang melemahkan konstruksinya," lanjut Julius.
Padahal menurut Julius, pemerintah sebenarnya bisa dan berwenang melakukan penyelidikan ulang.
Bahkan menurut Julius, kelompok masyarakat sipil juga mempunya bukti-bukti dan berbagai petunjuk terkait sejumlah kasus pelanggaran HAM berat.
"Kita sudah pahamlah ini cuma tipu-tipu. Jauh dari keadilan bagi korban. Jauh dari pengungkapan kebenaran, apalagi ajudikasi atau pengadilan bagi pelaku. Apalagi reformasi institusi pelaku," papar Julius.
Baca juga: Anggota DPR Sebut Jokowi Harus Tuntaskan Persoalan HAM Berat Sebelum Masa Jabatannya Habis
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan memang terjadi dugaan pelanggaran HAM berat di Indonesia pada masa lalu.
"Dengan pikiran jernih dan hati yang tulis sebagai Kepala Negara saya mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di masa lalu," kata Jokowi setelah membaca laporan Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM). (PPHAM) di Istana Kepresidenan pada Rabu (11/1/2023).
Presiden pun mengaku sangat menyesali terjadinya pelanggaran HAM berat pada sejumlah peristiwa. Kepala Negara lalu menyebutkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, sebagai berikut:
"Saya menaruh simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, yang pertama, saya dan pemerintah berusaha untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.
"Yang kedua, saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," ujarnya lagi.
Selain itu, Presiden Jokowi juga meminta kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar kedua rencana tersebut bisa terlaksana dengan baik.
"Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam negara kesatuan Republik Indonesia," kata Jokowi.
Mahfud juga menyampaikan bahwa Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM telah mengatur bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc atas persetujuan DPR.
Baca juga: Laporan PPHAM: Tak Ada Faktor Tunggal Penyebab Pelanggaran HAM Berat di Indonesia
Sementara itu, pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 akan diadili melalui pengadilan HAM biasa.
Buktinya, kata Mahfud, pemerintah sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000 tetapi para pelakunya dibebaskan.
"Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat. Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda," ujarnya.
"Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum tapi yang dinyatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," kata Mahfud lagi.
Baca juga: Mahfud Sebut Manajemen Pemerintah yang Baik Bisa Cegah Pelanggaran HAM di Masa Depan
Secara terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, penyelesaian secara yudisial terhadap pelanggaran HAM berat tergantung dari bukti-bukti yang ada.
"Ya itu kan nanti apa, tergantung data bukti-bukti yang ada," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (12/1/2023).
Yasonna mengatakan, dalam konteks pelanggaran HAM berat ada hal-hal yang tidak bisa dilanjutkan secara pro-yustisia.
(Penulis : Dian Erika Nugraheny | Editor : Novianti Setuningsih)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.