Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengakuan Jokowi Terkait Pelanggaran HAM Berat Dinilai Sekadar Aksesori Politik

Kompas.com - 13/01/2023, 13:12 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengakuan dan penyesalan Presiden Joko Widodo terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di masa lalu dinilai sekadar aksesori politik semata.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Ismail Hasani menyebut pengakuan dan penyesalan tersebut merupakan bagian dari aksesori politik kepemimpinan Jokowi dalam memenuhi janji kampanyenya di pemilihan presiden (Pilpres) 2014 yang ketika itu hendak mencalonkan diri sebagai presiden.

"Sebagai aksesori, pengakuan dan penyesalan itu hanya akan memberikan dampak politik bagi presiden, tetapi tidak memenuhi tuntutan keadilan sebagaimana digariskan oleh UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," Ismail dalam siaran pers, Kamis (12/1/2023).

Baca juga: Jokowi: Saya Sangat Menyesalkan Pelanggaran HAM Berat di 12 Peristiwa

Setara Institute juga menyoroti perihal laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM).

Menurut Ismail, tim yang hanya bekerja tidak lebih dari 5 bulan mustahil bisa merekomendasikan terobosan penyelesaian pelanggaran HAM berat secara berkeadilan.

Apalagi, tim tersebut juga dianggap mempunyai komposisi anggota yang kontroversial dan metode kerja yang tidak jelas.

Baca juga: Harapan Korban Tragedi Simpang KAA Usai Jokowi Akui Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Menurutnya, tin ini hanya ditujukan untuk memberikan legitimasi tindakan Jokowi untuk membagikan kompensasi kepada para korban tanpa proses rehabilitasi yang terbuka.

"Dan tanpa mengetahui siapa sesungguhnya pelaku-pelaku kejahatan itu," tegas dia.

Pihaknya menyesalkan ketiadaan pengungkapan kebenaran secara spesifik perihal siapa saja aktor di balik 12 kasus HAM berat yang telah dianalisis oleh Tim PPHAM.

Karena itu, Ismail menilai, tim ini tidak mencari siapa yang salah, namun lebih kepada menyantuni dan menangani korban untuk dilakukan pemulihan, sebagaimana pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

"Fakta ini adalah dampak dari ketiadaan mandat pemenuhan hak atas kebenaran (right to the truth) sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu peristiwa bisa dibawa ke proses peradilan HAM atau direkomendasikan diselesaikan melalui jalur non-yudisial," terang dia.

Baca juga: Kesaksian Kamerawan Perekam Tragedi KKA, Pelanggaran HAM yang Diakui Jokowi

Sebelumnya, Jokowi sangat menyesalkan terjadinya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu yang terjadi di Tanah Air.

Bahkan, Jokowi tak menampik bahwa peristiwa pelanggaran HAM berat benar-benar pernah terjadi di Indonesia.

"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa, dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat," ujar Jokowi usai menerima laporan dari Tim PPHAM di Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Adapun 12 pelanggaran HAM berat yang disesalkan Jokowi mencakup, Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985, Peristiwa Talangsari, Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.

Selanjutnya, Peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, Peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, Peristiwa Wamena, Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Halaman:


Terkini Lainnya

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com