Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/01/2023, 18:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengatakan, pihaknya tak punya kewenangan membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).

Ia mengungkapkan, DPR hanya punya hak untuk menentukan sikap terkait keberadaan perppu tersebut.

“Kalau kita bicara perppu, DPR itu tidak punya hak untuk membahas sebetulnya. Kita hanya bisa menolak atau menerima,” kata Charles ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/1/2023).

Menurutnya, rapat kerja dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) hari ini untuk mendapatkan berbagai penjelasan soal perppu tersebut.

Baca juga: Menaker Disebut Minta Rapat dengan DPR soal Perppu Ciptaker Tertutup: Agar Bebas Menjelaskan

Charles mengatakan, Kemenaker banyak mendapatkan masukan dari anggota Komisi IX DPR, termasuk soal komunikasi publik.

“Hampir setiap anggota yang bertanya, melakukan pendalaman itu ingin adanya perbaikan, adanya komunikasi publik, dan sosialisasi yang lebih baik pada masyarakat," ujar Charles.

"Dan juga ada komunikasi yang lebih intens kepada stakeholder, termasuk serikat pekerja. Sehingga berbagai kekhawatiran, kegundahan masyarakat, kegundahan serikat pekerja bisa lebih detail disampaikan pemerintah,” katanya lagi.

Soal rapat kerja yang berlangsung tertutup, Charles mengatakan, hal itu merupakan permintaan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.

Baca juga: Baru Sepekan Diteken Jokowi, Perppu Cipta Kerja Langsung Digugat ke MK

Pasalnya, substansi Perppu Cipta Kerja yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir Desember lalu juga terkait dengan kementerian lain.

“Maka Ibu Menaker minta agar ini diminta tertutup agar lebih bebas menjelaskan, kalau ini dibuat terbuka, sampai salah menyampaikan kebijakan kementerian lain kan enggak enak nantinya,” ujar Charles.

Diketahui, Perppu Ciptaker diterbitkan pemerintah untuk menggantikan UU Cipta Kerja yang dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) inkonstitusional bersyarat.

Menteri Koordinator Bidang Hukum, Politik, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengklaim penerbitan itu tak berarti pemerintah melawan putusan MK.

Pasalnya, MK hanya meminta undang-undang dibenahi dalam jangka waktu 2 tahun. Sedangkan perppu memiliki tingkatan yang sama dengan undang-undang.

"Jadi undang-undang itu undang-undang/perppu kan gitu kalau di dalam tata hukum kita. Nah, kalau isinya yang mau dipersoalkan silahkan gitu, tetapi kalau prosedur sudah selesai," kata Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (3/1/2023).

"Ada istilah hak subjektif presiden itu di dalam tata hukum kita bahwa alasan kegentingan itu adalah hak subjektif presiden. Tidak ada yang membantah sekali satu pun ahli hukum tata negara bahwa itu iya membuat perppu itu alasan kegentingan itu berdasar penilaian presiden aja," ujarnya lagi.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja Ditentang Publik, Mahfud MD: Itu Sudah Pasti

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Anies Temui AHY dan SBY di Cikeas, Demokrat: Tak Bahas Waktu Deklarasi Cawapres

Anies Temui AHY dan SBY di Cikeas, Demokrat: Tak Bahas Waktu Deklarasi Cawapres

Nasional
Sengkarut Masalah TPPO, 1.900 Jenazah WNI Dipulangkan dalam 3 Tahun hingga Ada 'Backing'

Sengkarut Masalah TPPO, 1.900 Jenazah WNI Dipulangkan dalam 3 Tahun hingga Ada "Backing"

Nasional
Jawaban MK Usai Dituding Bakal Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup...

Jawaban MK Usai Dituding Bakal Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup...

Nasional
Sikap 'Cawe-cawe' Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan

Sikap "Cawe-cawe" Disebut Bisa Runtuhkan Kenegarawanan Jokowi ke Depan

Nasional
Zulhas dan Elite PAN Bertemu Megawati di DPP PDI-P Siang Ini, Bahas Kerja Sama Pemilu 2024?

Zulhas dan Elite PAN Bertemu Megawati di DPP PDI-P Siang Ini, Bahas Kerja Sama Pemilu 2024?

Nasional
Ganjar Sebut 'Cawe-cawe' Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan

Ganjar Sebut "Cawe-cawe" Jokowi Bukan Intervensi Politik Keseluruhan

Nasional
Ganjar Santai Elektabilitas Disalip Prabowo di Survei Litbang 'Kompas': Sebentar Akan Menang Lagi

Ganjar Santai Elektabilitas Disalip Prabowo di Survei Litbang "Kompas": Sebentar Akan Menang Lagi

Nasional
Menkumham: Pemerintah Masih Tunggu Undangan DPR Terkait RUU Perampasan Aset

Menkumham: Pemerintah Masih Tunggu Undangan DPR Terkait RUU Perampasan Aset

Nasional
Ungkap Cara Sindikat TPPO Menjerat Korban, Migrant Care: Dilihat yang Terdesak Ekonomi

Ungkap Cara Sindikat TPPO Menjerat Korban, Migrant Care: Dilihat yang Terdesak Ekonomi

Nasional
Ganjar Minta Relawan Tak Lakukan 'Bullying' dan Gunakan Isu SARA

Ganjar Minta Relawan Tak Lakukan "Bullying" dan Gunakan Isu SARA

Nasional
MK Diminta Pertimbangkan Putusan Sistem Pemilu Tak Berlaku untuk Pemilu 2024

MK Diminta Pertimbangkan Putusan Sistem Pemilu Tak Berlaku untuk Pemilu 2024

Nasional
Mahfud Harap Anies Dapat Tiket Pilpres, Jangan Sampai Dijegal Koalisinya Sendiri

Mahfud Harap Anies Dapat Tiket Pilpres, Jangan Sampai Dijegal Koalisinya Sendiri

Nasional
Pancasila Rumah (Anak) Kita

Pancasila Rumah (Anak) Kita

Nasional
Ganjar soal Relawan Jokowi Pecah: Saya Sangat Yakin Sebagian Besar ke Sini, Sebagian Kecil ke Sana

Ganjar soal Relawan Jokowi Pecah: Saya Sangat Yakin Sebagian Besar ke Sini, Sebagian Kecil ke Sana

Nasional
Eks Hakim Konstitusi: Konstitusionalitas Sistem Pemilu Bukan Wilayah MK

Eks Hakim Konstitusi: Konstitusionalitas Sistem Pemilu Bukan Wilayah MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com