SEHARI sebelum Hari Ulang Tahun ke-50 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), beredar isu bahwa Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum partai berlogo banteng moncong putih tersebut akan sekaligus mengumumkan siapa yang akan menjadi calon presiden resmi PDI-P.
Setali tiga uang dengan itu, ekspektasi banyak pihak, terutama media, juga mengalir dalam alur yang sama.
Kejelasan tentang keberanian PDI-P untuk keluar dari ambiguitas politik antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo selama ini memang sangatlah ditunggu-tunggu.
Tapi ternyata, ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan. Megawati Soekarnoputri nampaknya masih asyik dengan narasi-narasi besar yang justru semakin memperlihatkan bahwa PDI-P masih belum mampu menemukan satu pilihan yang tepat untuk ditawarkan kepada publik nasional.
Tentu tak ada masalah bagi PDI-P dan Megawati Soekarnoputri dengan keputusan untuk tetap memainkan strategi "ambiguitas" semacam itu. Karena secara politik, keputusan sepenting itu memang menjadi hak prerogatif seorang ketua umum.
Megawati Soekarnoputri berhak mengumumkan atau tidak mengumumkan siapa yang akan menjadi calon presiden resmi PDI-P.
Bahkan berhak sepenuhnya memilih Puan Maharani ketimbang Ganjar Pranowo, jika memang itu adalah keinginan Megawati Soekarnoputri.
Masalahnya, Megawati Soekarnoputri belum berani menggunakan hak prerogatifnya. Walhasil, HUT ke-50 PDI-P alih-alih memberikan kepastian politik untuk PDI-P dan untuk jagat politik nasional, justru malah menambah ketidakpastian.
Bagi PDI-P, posisi "status quo" politik pasca-HUT ke-50 akan membuat partai mengalami pelemahan fokus pada pemilihan mendatang.
Visi misi memenangkan partai tanpa diikuti siapa calon yang akan dimenangkan akan membuat perjuangan menjadi hambar dan kurang energik.
Apalagi, secara politik relasi calon pemimpin yang diusung dengan partai yang mengusung sangatlah erat.
Calon yang diusung bisa menjadi penentu raihan suara partai, begitu juga sebaliknya. Jadi kepastian tentang siapa calon yang akan diusung dan diperjuangkan PDI-P juga akan berpengaruh kepada performa elektoral PDI-P di pemilihan mendatang.
Dan nampaknya Megawati Soekarnoputri belum berani untuk berlabuh lebih jauh, bukan karena faktor internal partai, tapi menurut saya, karena Megawati Soekarnoputri lebih memilih untuk memberi bonus waktu kepada Puan Maharani sekira setahun lagi, bahkan lebih. Sebut saja sampai batas akhir penetapan calon presiden.
Dari pidatonya pada HUT ke-50 PDI-P sangat jelas tergambar bahwa Megawati Soekarnoputri menginginkan sosok calon presiden perempuan.
Berbalutkan narasi kesetaraan laki-laki dan perempuan yang disisipi dengan contoh-contoh pemimpin perempuan di masa lalu, Megawati Soekarnoputri terus mencoba meyakinkan para hadirin yang hadir pada khususnya dan publik nasional pada umumnya bahwa sudah waktunya Indonesia kembali dipimpin perempuan.