JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah menilai, pemilu legislatif sistem proporsional tertutup tidak menyelesaikan masalah politik uang.
Untuk konteks politik Indonesia, lanjutnya, masalah politik uang disebabkan oleh masalah yang sifatnya lebih struktural.
"Argumen bahwa sistem proporsional tertutup bisa menekan politik uang adalah argumen yang tidak berdasar," kata Hurriyah kepada Kompas.com pada Senin (9/1/2023).
"Sistem proporsional tertutup hanya akan memindahkan politik uang dari publik ke DPRD saja," lanjutnya.
Baca juga: Voxpol: Pemilu Sistem Proporsional Terbuka Bikin Pemilih Tak Merasa Dekat dengan Parpol
Sebagai informasi, dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.
Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik.
Partai yang kelak berwenang menentukan anggota dewan yang berhak duduk di parlemen mewakili suatu daerah pemilihan.
"Penyebab politik uang dalam pemilu kita itu lebih struktural sifatnya, terkait dengan sistem rekrutmen partai yang otokratik dan dinastik," tambah Hurriyah.
Hal-hal ini menyebabkan tingginya biaya politik bagi warga negara yang hendak masuk ke partai politik tertentu atau maju sebagai calon legislatif.
Fenomena ini dikenal sebagai istilah mahar politik.
Baca juga: Sistem Proporsional Tertutup Dikhawatirkan Bunuh Partai Tertentu
Dalam pemilu legislatif sistem proporsional terbuka seperti yang saat ini diterapkan pun, caleg disebut masih harus mengeluarkan biaya tinggi untuk mahar politik itu.
Pengeluaran mereka untuk menjadi anggota parlemen dinilai tidak hanya untuk berkampanye di lapangan, namun juga untuk mengongkosi mahar politik tadi.
Partai-partai politik membebani semua biaya pemilu kepada kandidat, lanjut Hurriyah.
"Maraknya uang dan penerimaan pemilih terhadap praktik politik uang juga disebabkan pragmatisme partai yang malas membangun kedekatan dengan pemilih," ujar dia.
Partai politik selama ini juga dinilai tidak berfungsi dalam kehidupan warga, selain menjelang pemilu. Imbasnya, hanya sedikit warga yang memiliki kedekatan/identifikasi ideologis maupun psikologis dengan suatu partai politik.
Baca juga: Voxpol: Sistem Proporsional Terbuka Lemahkan Parpol, Munculkan Caleg-caleg Artis Modal Tenar
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.