JAKARTA, KOMPAS.com - Delapan partai politik (parpol) disebut telah menunjukkan perlawanan terbuka dengan menolak wacana sistem proporsional tertutup pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menyebut perlawanan tersebut diarahkan kepada operasi untuk mengembalikan sistem proporsional tertutup.
"Langkah delapan fraksi di Senayan yang kompak menolak pelaksanaan sistem proporsional tertutup merupakan bentuk perlawanan terbuka terhadap operasi pengembalian sistem kekuasaan yang sentralistik," kata Umam kepada Kompas.com, Senin (9/1/2023).
Baca juga: 8 Fraksi DPR Tolak Sistem Proporsional Tertutup, Kecuali PDI-P
Adapun yang dimaksud sistem proporsional tertutup, yakni parpol mengajukan daftar calon yang disusun berdasarkan nomor urut. Nantinya, nomor urut ditentukan oleh parpol.
Melalui sistem proporsional tertutup, setiap parpol memberikan daftar kandidat dengan jumlah yang lebih dibandingkan jumlah kursi yang dialokasikan untuk satu daerah pemilihan (Dapil).
Dalam proses pemungutan suara dengan sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih parpol.
Atas dasar itulah, delapan parpol menolak tegas. Delapan parpol tersebut meliputi, Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Di sisi lain, wacana sistem proporsional tertutup telah membuka jalan bagi sebagian parpol pemerintah dan oposisi untuk menyatakan sikap penolakan yang sama.
Dari seluruh penolak, PKS dan Demokrat berstatus sebagai kelompok oposisi pemerintah yang kini justru mempunyai sikap yang sama, yakni sama-sama menolak wacana sistem proporsional tertutup direalisasikan.
Menurut Umam, kegentingan terhadap sistem proporsional tertutup berhasil mengonsolidasikan parpol pemerintah dan oposisi untuk bersatu padu melawan kekuatan yang mendukung wacana tersebut.
Baca juga: Gerindra Beri Penjelasan Tak Hadiri Pertemuan Parpol Tolak Sistem Proporsional Tertutup
Umam menilai sikap penolakan delapan parpol ini bisa menghadirkan public pressure atau tekanan politik terhadap operasi politik-hukum yang berjalan untuk merealisasikan sistem proporsional tertutup.
Akan tetapi, ia menuturkan, kesamaan sikap tersebut akan mudah pecah dan digembosi apabila komitmen delapan parpol tidak solid.
Ujungnya, kesepakatan delapan parpol atas penolakan sistem proporsional tertutup pun bisa gagal total.
Pada titik inilah, Umam mengatakan, independensi Mahkamah Konstitusi (MK) dan soliditas delapan parpol menjadi pertaruhan.
"Jika putusan MK bisa dibajak oleh selera kekuasaan, lalu putusan MK keluar pada Februari 2023 misalnya, maka hal itu akan mengacaukan semua tahapan, persiapan dan strategi internal partai-partai politik menuju Pemilu 2024," kata Umam.