Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/01/2023, 13:05 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis politik Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan bahwa pemilu legislatif sistem proporsional terbuka yang diterapkan Indonesia berpengaruh pada kualitas anggota legislatif.

Menurutnya, sistem yang memungkinkan pemilih untuk mencoblos nama caleg ini merusak impian atas meritokrasi partai politik, di mana calon-calon legislatif yang melenggang ke kursi Dewan memang kader terbaiknya.

"(Sistem proporsional terbuka) melemahkan proses kaderisasi partai. Yang tadinya bukan kader partai, lalu tiba-tiba bisa nyelonong jadi caleg, dapat nomor urut cantik lagi. Tokoh populis, artis, dan public figure mendapatkan tempat istimewa di partai karena caleg artis dimanfaatkan sebagai vote getter, mesin pengumpul suara," jelas Pangi lewat keterangannya pada Senin (9/1/2023).

Baca juga: Saat Partai Pemerintah dan Oposisi Bersatu Padu Tolak Sistem Proporsional Tertutup

"(Mereka) bisa menjadi caleg di partai tersebut tanpa ada bukti kerja dan tanpa melalui proses kaderisasi yang matang," tambahnya.

Fenomena ini dimungkinkan karena sistem proporsional terbuka memang membuka pintu bagi kampanye-kampanye populis.

Perilaku pemilih tidak didorong oleh kedekatannya secara ideologis maupun psikologis terhadap partai politik tertentu dan partai politik pun mengeksploitasi keadaan ini guna meraup sebanyak-banyaknya suara, demi sebanyak-banyaknya kursi.

"Sistem proporsional terbuka mengandalkan figur, artis yang tekenal bakal terpilih, mau ditaruh di 'partai bulan madu' sekalipun, kemungkinan terpilihnya jauh lebih besar," ujar Pangi.

Baca juga: Beragam Alasan PDI-P Dukung Pemilu dengan Proporsional Tertutup yang Ditentang 8 Parpol Lain

"Apa yang terjadi apabila tidak punya kompetensi, duduk sebagai wakil rakyat, tidak bisa berbuat apa-apa. Ada 575 anggota DPR, produk undang-undang yang dihasilkan kurang berpihak ke rakyat, tidak bisa mengawal dan bersuara terhadap produk undang-undang berkualitas, sebab mereka terpilih hanya mengandalkan figur populer semata yang kemudian ketika terpilih menyimpan banyak masalah," ungkapnya.

Hanya teori

Namun demikian, argumen bahwa sistem proporsional terbuka melemahkan meritokrasi partai politik dinilai tidak begitu kuat untuk dipakai sebagai pisau analisis, membaca konteks partai politik di Indonesia.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapo) Universitas Indonesia, Hurriyah, menganggap bahwa sistem pileg proporsional tertutup baru layak diterapkan seandainya Indonesia sudah memiliki sistem partai politik yang sehat.

"Masalahnya, partai politik yang mestinya jadi instrumen utama demokrasi di Indonesia, justru saat ini dia menjadi lembaga paling tidak demokratis," kata Hurriyah kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Baca juga: Pemilu Proporsional Tertutup Dinilai Untungkan PDI-P, tetapi Gerus Suara Golkar dan Ancam Eksistensi PAN-PPP

Hurriyah memberi contoh, dengan sistem terbuka saja, tak sedikit partai politik yang masih mencoba mencari celah untuk memegang kendali dalam pencalonan anggota legislatif--kader-kader yang "disukai" pimpinan dan memiliki privilege lah yang dapat melenggang mulus ke parlemen.

Dengan sistem tertutup, maka partai politik bakal memegang kendali penuh untuk menetapkan kader yang duduk di parlemen.

Dengan sistem kebanyakan partai politik di Indonesia yang feodal, hal ini jelas dikhawatirkan sebagai gejala kemunduran demokrasi, alih-alih memuluskan impian menuju meritokrasi partai politik.

Baca juga: 8 Parpol Tolak Pemilu Proporsional Tertutup: Demokrasi Jangan Mundur!

Ia juga tak sepakat dengan anggapan bahwa sistem proporsional tertutup dapat membuat pileg bebas politik uang.

Menurutnya, politik uang bakal tetap terjadi, namun hanya berpindah tempat dari kegiatan kampanye di lapangan menjadi suap kepada pimpinan partai agar ditetapkan sebagai kader yang berhak lolos pileg.

"Ini sebenarnya potret para politisi yang sebetulnya tidak paham. Cara pandangnya menunjukkan seberapa paham mereka terhadap praktik demokrasi kita hari ini," kata Hurriyah.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Menteri Terseret Kasus Korupsi, Hasto Kristiyanto: PDI-P Evaluasi Ke Dalam

Menteri Terseret Kasus Korupsi, Hasto Kristiyanto: PDI-P Evaluasi Ke Dalam

Nasional
PDI-P Punya Program Beasiswa 'Megawati Fellowship', Akan Diluncurkan di Rakernas

PDI-P Punya Program Beasiswa "Megawati Fellowship", Akan Diluncurkan di Rakernas

Nasional
Beri Arahan di Depan Kader PDI-P, Megawati Sebut Politik Itu Dimulai dari Keluarga

Beri Arahan di Depan Kader PDI-P, Megawati Sebut Politik Itu Dimulai dari Keluarga

Nasional
Anies Sebut Negara hingga 'Pelaku Besar' Jadi Penyebab Masalah Lingkungan

Anies Sebut Negara hingga "Pelaku Besar" Jadi Penyebab Masalah Lingkungan

Nasional
Respons KPU Soal Putusan MA Terkait Syarat Eks Terpidana Korupsi Nyaleg

Respons KPU Soal Putusan MA Terkait Syarat Eks Terpidana Korupsi Nyaleg

Nasional
Uji Materi Syarat Eks Terpidana Korupsi Nyaleg Dikabulkan, ICW Sebut Penyelenggara Pemilu Bobrok

Uji Materi Syarat Eks Terpidana Korupsi Nyaleg Dikabulkan, ICW Sebut Penyelenggara Pemilu Bobrok

Nasional
Kawal Judicial Review UU Cipta Kerja, Partai Buruh Akan Gelar Unjuk Rasa

Kawal Judicial Review UU Cipta Kerja, Partai Buruh Akan Gelar Unjuk Rasa

Nasional
Dilirik Jadi Cawapres Prabowo, Gibran Sudah Dialog dengan Internal

Dilirik Jadi Cawapres Prabowo, Gibran Sudah Dialog dengan Internal

Nasional
Nama Bakal Cawapres Ganjar Makin Mengerucut, Sekjen PDI-P: Megawati Hampir Setiap Malam Mohon Petunjuk Tuhan

Nama Bakal Cawapres Ganjar Makin Mengerucut, Sekjen PDI-P: Megawati Hampir Setiap Malam Mohon Petunjuk Tuhan

Nasional
Buka Pintu PSI Gabung Koalisi, Puan: Yuk, Mas Kaesang Ketemu Mbak Puan Dulu

Buka Pintu PSI Gabung Koalisi, Puan: Yuk, Mas Kaesang Ketemu Mbak Puan Dulu

Nasional
Megawati Tunjuk Wasekjen PDI-P Arif Wibowo Jadi Kepala Badan Saksi Pemenangan Pemilu

Megawati Tunjuk Wasekjen PDI-P Arif Wibowo Jadi Kepala Badan Saksi Pemenangan Pemilu

Nasional
Gerindra Harap PSI Gabung Koalisi Indonesia Maju Dukung Prabowo Subianto

Gerindra Harap PSI Gabung Koalisi Indonesia Maju Dukung Prabowo Subianto

Nasional
Sindir Pemerintah Biarkan Pembungkaman Kritik, Anies: Jangan Bilang 'Oh Itu Relawan Saya'

Sindir Pemerintah Biarkan Pembungkaman Kritik, Anies: Jangan Bilang "Oh Itu Relawan Saya"

Nasional
Jaksa Agung Ingatkan Jajarannya Tak Boleh Alergi Kritik dan Saran

Jaksa Agung Ingatkan Jajarannya Tak Boleh Alergi Kritik dan Saran

Nasional
Megawati: Pemilu adalah Pergerakan Turun ke Bawah, Menyatu dengan Rakyat

Megawati: Pemilu adalah Pergerakan Turun ke Bawah, Menyatu dengan Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com