Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Hanif Sofyan
Wiraswasta

Pegiat literasi di walkingbook.org

Seandainya Nasib Ferdy Sambo Berakhir seperti OJ Simpson

Kompas.com - 08/01/2023, 07:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Keadilan tidak tampak secara visual, tapi harus dirasakan. Keadilan ada di hati seseorang”-- Olivier Hame

HINGGA saat ini persoalan paling menarik dari kasus Ferdy Sambo adalah, “pemaksaan” kasus dugaan pelecehan seksual, hingga pemerkosaan sebagai motif dari kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Padahal dugaan tersebut dianggap tidak memenuhi syarat untuk diajukan sebagai delik dakwaan. Seluruh laporan tersebut hanya didasarkan pada pernyataan Putri Candrawathi yang memosisikan sebagai korban.

Keterangan dan kesaksian yang hanya disampaikan by nature mengandalkan daya ingat manusia dianggap memiliki kelemahan, terfabrikasi (dapat dibuat-buat), fragmentasi (terpecah) dan terdistorsi (dapat berubah-ubah).

Menurut rekomendasi para psikolog forensik, jangan andalkan kesaksian hanya dari keterangan saksi belaka.

Tuduhan dugaan pelecehan tidak dilengkapi bukti visum at repertum, tidak adanya bukti laporan pengaduan kepada pihak kepolisian, tidak adanya bukti celana atau pakaian dan lainnya di lokus kejadian, demikian juga keterangan saksi yang tidak konsisten dan tidak menguatkan.

Ditambah lagi dengan ganjalan psikologis yang tidak singkron dengan kasus pelecehan yang umum terjadi.

Seperti relasi kuasa yang janggal, lokus di tempat yang sangat riskan dengan banyak penjagaan dan akses senjata, serta tidak adanya efek trauma korban terhadap pelaku, karena bisa berinteraksi dengan cepat sesudah kejadian pelecehan yang dianggapnya “sadis” itu.

Kemunculan motif pelecehan seksual pada awalnya berasa dari skenario bodong mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo yang menyebut kejadian itu di Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Ketika Bharada Eliezer yang selama ini bungkam soal skenario Duren Tiga, tiba-tiba berubah haluan, dan bahkan menjadi Justice Colaborator, Sambo kemudian menganulir ketika skenario itu terbongkar, menjadi kasus Magelang, Jawa Tengah.

Dengan segera hal itu menimbulkan polemik antara Sambo Cs yang didukung oleh Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf dan Ricky, dengan Bharada Eliezer.

Eliezer kemudian bersaksi “berhadapan” langsung dengan para terdakwa lainnya.

Dan selama berlangsungnya sidang para terdakwa, selain Eliezer, cenderung berbelit-belit saat memberikan keterangan. Hakim mengendus adanya aroma dusta dari sesi ke sesi persidangan.

Namun pada intinya, hakim hanya membutuhkan kehadiran saksi yang kredibel dengan keterangan yang valid untuk bisa membantunya menarik kesimpulan pada akhir persidangan nantinya.

Setidaknya, hingga saat ini, hakim bisa menangkap kesan yang negatif dari para terdakwa, sehingga sempat memancing marah hakim ketua dalam persidangan dengan mengatakan; “setingan, kalau bohong jangan tanggung, jangan kalian pikir kami bodoh" dan menyebut para terdakwa bisu dan tuli.

Meskipun harus kita akui, pernyataan hakim yang emosional dalam persidangan itu, seolah menyimpulkan dan menyudutkan terdakwa atas satu pandangan yang mudah sekali dipahami oleh publik yang melihat langsung persidangan tersebut.

Jika merujuk pada argumentasi Olivier Hamel, dalam buku Justice for Hedgehogs oleh Ronald Dworkin’s, bahwa cara melihat perkara kejahatan haruslah melalui hati terdalam.

Hakim banting stir

Fakta-fakta persidangan, baik barang bukti maupun keterangan para saksi semakin menguatkan adanya tindakan pelanggaran hukum Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Namun, banyak pengamat hukum tak berani menyimpulkan pada keputusan 340, pasal pembunuhan berencana yang konsekuensi hukumannya 20 tahun penjara, hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Meskipun rerata secara normatif sudah satu arah dengan hakim, dengan track record penanganan kasus hukum di Indonesia, bisa saja para hakim tiba-tiba banting stir dengan pandangan hukumnya!

Hingga saat ini hakim telah berjalan di rel yang searah dengan banyak harapan publik soal keadilan. Saat ini hakim sedang memeriksa satu per satu terdakwa untuk bisa memutuskan jenis konsekuensi berat dan ringan hukuman bagi masing-masing (klaster) terdakwa sesuai dengan peran.

Sebagai gambaran dalam psikologi forensik, pelaku kejahatan meliputi 4 klasifikasi;
Pertama: pelaku yang berkonfrontasi langsung (direct) membunuh korban.

Kedua; pelaku yang tidak berkonfrontasi langsung dengan korban, namun menjadi aktor intelektual. Ketiga; tidak terkonfrontasi langsung dengan korban, tidak memiliki desain, tanpa dukungan fasilitas, namun membantu menyediakan senjata, sarung tangan sebagai dukungan bagi aksi kejahatan.

Keempat, pelaku yang tidak terkonfrontasi langsung, tapi membantu misi Obstruction of Justice (penghilangan barang bukti).

Dalam kasus OJ Simpson yang kontroversial, awalnya didakwa sebagai pelaku pembunuh istrinya sendiri Nicole Brown Simson dan temannya Ronald Goldman pada 1994.

Namun keputusannya menyewa pengacara ternama, selanjutnya menyajikan alat bukti, dan fakta-fakta pendukung, pada akhirnya ia divonis bebas.

Namun dalam kebebasannya itu, publik di Amerika Serikat masih tetap berkeyakinan bahwa OJ Simpson adalah pelaku pembunuh istrinya sendiri.

OJ Simpson melakukan “Relabeling”, memosisikan secara sejajar yang lebih menguasai jalannya persidangan. Jika awalnya didakwa sebagai pelaku, berikutnya ia justru berada di posisi sebagai korban.

Sementara dalam kasus Sambo dan Putri, “isu pelecehan dan perselingkuhan”, diberi nama baru dan narasi baru, “kejahatan seksual”.

Karena motif “perselingkuhan” dan “pelecehan” itu menimbulkan spekulasi terjadinya re-labeling, karena menjadi satu-satunya alasan paling masuk akal untuk bisa “mengurangi” tekanan hukuman yang akan diterima Sambo Cs.

Bayangkan saja jika hakim dapat membongkar motif lainnya. Seperti kita saksikan dalam persidangan, banyak fakta-fakta yang “tercecer” akibat Obstruction of Justice. Termasuk temuan bukti-bukti yang sangat kredibel dan layak dijadikan pembuka tabir, tapi justru ditolak oleh pihak penyidik Polri.

Kejahatan tentang perilaku

Dalam persidangan yang terus berlangsung, para pihak yang terlibat sebagai terdakwa dan JC masing-masing menghadirkan para saksi ahli untuk berargumentasi dan saling mengkonfrontir dakwaan. Dalam situasi tersebut banyak berlangsung “drama”.

Terdakwa yang menggunakan tangisan, sikap seolah-olah pasrah dan bertanggungjawab, berpura-pura tidak tahu atau lupa.

Dan sepanjang berlangsungnya persidangan, setidaknya mulai menghasilkan efek psikologis berupa dukungan publik yang terbelah.

Sikap seolah menjadi “introvert” menyebabkan timbulnya rasa kasihan. Apalagi kecenderungan berdasarkan logika, orang yang ekstrovert (terbuka), cenderung lebih berpeluang menjadi pelaku daripada yang introvert (tertutup).

Semestinya kita harus melihat lebih jernih dari sisi psikologis dan hukum, ketika memotret kepribadian seseorang, akan lebih baik jika melihatnya dari sisi perilaku dan kesesuaian pasal. Terutama menjelang dan saat terjadinya pembunuhan.

Perilaku terdakwa pembunuh bisa ditakar, karena sebagai petinggi Polri setingkat Kadiv Propam, mestinya dapat berpikir lebih terkontrol, mengingat kapasitasnya.

Ketika sampai pada keputusan untuk memerintahkan membunuh atau sama-sama menjadi pelaku pembunuhan saja, hal itu sudah menjadi keputusan sepihak yang tidak sejalan dengan prosedur hukum yang notebene sangat dipahami konsekuensinya oleh Sambo sebagai “kepalanya para pengadil polisi jahat”.

Sebagaimana dinyatakan oleh Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri yang menggunakan istilah “Filosofi Penghukuman”, untuk sampai pada keputusan pasal 340. Artinya by default setuju pada retributive, untuk hukuman 340.

Kecuali jika ada pemaafan, barulah melunak pada re-integratif. Namun intinya harus dimulai dari Retributif, bukan sebaliknya. Restorative Justice—re integrative lantas baru menuju Retributif.

Reza juga merujuk pada apa yang ia pahami sebagaimana berlaku dalam hukum Islam yang tidak tunggal hanya Retributif belaka. Tapi, Retributif-reintegratif dan restorative justice. Karena dalam Islam juga disebutkan dalam Al Qur’an, “jika kamu memaafkan, maka itu lebih baik!”

Hingga saat ini, kesaksian dan keberadaan bukti-bukti pendukung sudah semakin mengerucut. Barangkali hakim tengah menimbang-nimbang soal “klaster” masing-masing terdakwa antara Pasal 338 dan 340 KUHP.

Berbeda dari kasus OJ Simson, dalam kasus ini Obstruction of Justice-nya sangat luar biasa untuk menyeret Sambo dkk ke 340.

Semoga keadilan kali ini berpihak pada kita semua, ketika para hakim memutuskan berdasarkan hati terdalam, realistis sesuai dengan keyakinan dan dukungan kesaksian dan bukti-bukti yang ada.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Kepercayaan Publik ke Polri Meningkat, Komisi III Berencana Naikkan Anggaran

Kepercayaan Publik ke Polri Meningkat, Komisi III Berencana Naikkan Anggaran

Nasional
Hinca: Sejak 2013 Sampai Sekarang Tidak Ada Hakim Agun Perempuan Kamar TUN dan Pajak

Hinca: Sejak 2013 Sampai Sekarang Tidak Ada Hakim Agun Perempuan Kamar TUN dan Pajak

Nasional
Kemenkes Sebut Larangan Bukber ASN Bukan Karena Kasus Covid-19 Naik: Karena Pamer Gaya Hidup

Kemenkes Sebut Larangan Bukber ASN Bukan Karena Kasus Covid-19 Naik: Karena Pamer Gaya Hidup

Nasional
Bareskrim Ungkap Alasan Pelaku Jual Video Porno Anak Laki-laki: Lebih Laku

Bareskrim Ungkap Alasan Pelaku Jual Video Porno Anak Laki-laki: Lebih Laku

Nasional
Bareskrim Ungkap Modus Pelaku Pornografi Anak: Diberi Snack hingga Uang

Bareskrim Ungkap Modus Pelaku Pornografi Anak: Diberi Snack hingga Uang

Nasional
Usai Saling Lempar, Kini Persoalan Santunan Gagal Ginjal Akut Dibahas Empat Kementerian

Usai Saling Lempar, Kini Persoalan Santunan Gagal Ginjal Akut Dibahas Empat Kementerian

Nasional
Meski Tak Jadi Syarat Mudik, Kemenkes Imbau Warga Tetap Lakukan Vaksinasi Booster

Meski Tak Jadi Syarat Mudik, Kemenkes Imbau Warga Tetap Lakukan Vaksinasi Booster

Nasional
'Kick Off' Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Dimulai Setelah Lebaran

"Kick Off" Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Dimulai Setelah Lebaran

Nasional
Polri Bakal Maksimalkan Pengawasan Aktivitas Impor Ilegal di Pintu Masuk

Polri Bakal Maksimalkan Pengawasan Aktivitas Impor Ilegal di Pintu Masuk

Nasional
Kemenkes Tegaskan Obat dan Alkes Pasien Gagal Ginjal Akut Masih Ditanggung BPJS

Kemenkes Tegaskan Obat dan Alkes Pasien Gagal Ginjal Akut Masih Ditanggung BPJS

Nasional
Dugaan Korupsi Cukai Rokok di Tanjung Pinang Rugikan Negara Lebih Rp 250 M

Dugaan Korupsi Cukai Rokok di Tanjung Pinang Rugikan Negara Lebih Rp 250 M

Nasional
Komisi III Bakal Soroti Kekayaan dan Isu Plagiarisme Calon Hakim Agung Triyono Martanto di Fit And Proper Test

Komisi III Bakal Soroti Kekayaan dan Isu Plagiarisme Calon Hakim Agung Triyono Martanto di Fit And Proper Test

Nasional
Singung Potensi Wisatawan, Sandiaga Harap Piala Dunia Tetap Digelar di Indonesia

Singung Potensi Wisatawan, Sandiaga Harap Piala Dunia Tetap Digelar di Indonesia

Nasional
Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Besok, MAKI Laporkan Kepala PPATK, Mahfud MD dan Sri Mulyani ke Bareskrim Polri

Nasional
Menko Mahfud Persilakan Komnas HAM Usut Lagi Tragedi Kanjuruhan

Menko Mahfud Persilakan Komnas HAM Usut Lagi Tragedi Kanjuruhan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke