JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut, Gubernur Papua Lukas Enembe bisa menjalani pengobatan di Singapura dengan didampingi tim penyidik.
Namun, ia harus menjadi tahanan KPK terlebih dahulu.
Melalui pengacaranya, Lukas meminta agar KPK mengizinkannya menjalani pengobatan di Papua. Ia mengaku menderita sejumlah penyakit seperti stroke, ginjal, dan jantung.
“Yang bersangkutan statusnya harus menjadi tahanan KPK dulu, baru bisa berobat ke Singapura,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/1/2023).
Baca juga: KPK Duga Ada Pembagian Fee 14 Persen Nilai Proyek dalam Kasus Lukas Enembe
Alex mengatakan, pihaknya telah menawarkan kepada Lukas untuk menjalani pengobatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
KPK siap menjemput Lukas jika politikus Partai Demokrat itu bersedia menjalani pengobatan di Jakarta.
Jika rumah sakit di Jakarta menyatakan tidak sanggup mengobati penyakitnya, KPK akan memfasilitasi Lukas menjalani pengobatan di Singapura.
“Tapi yang bersangkutan harus menjadi tahanan KPK, baru kami bisa memfasilitasi pengobatan-pengobatan tersebut,” ujar Alex.
Menurut Alex, jika Lukas perlu menjalani rawat inap, KPK akan membantarkannya. Ia berharap, Lukas bersikap kooperatif mengikuti langkah hukum yang ditentukan KPK.
“Kami berharap lewat penasihat hukumnya agar Lukas Enembe itu kooperatif,” ujar dia.
Hari ini, KPK resmi mengumumkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur yang bersumber dari APBD.
Baca juga: KPK Resmi Tetapkan Lukas Enembe dan Direktur PT Tabi Bangun Papua Jadi Tersangka
Dalam perkara ini, KPK juga telah menetapkan seorang tersangka lainnya bernama Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Bangun Papua, perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.
Rijatono diduga menghubungi Lukas dan sejumlah pejabat pemerintah provinsi (Pemprov) Papua.
Ia juga menemui secara langsung hingga memberikan sejumlah uang agar perusahaannya dipilih sebagai pemenang lelang.
KPK menduga, Rijatono bersepakat dengan Lukas serta sejumlah Pemprov Papua terkait pembagian fee sebesar 14 persen dari nilai proyek yang didapatkan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.