JAKARTA, KOMPAS.com - Lima terdakwa kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) secara kompak menyatakan pikir-pikir atas vonis Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
Adapun lima terdakwa tersebut antara lain mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Indra Sari Wisnu Wardhana; dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Baca juga: Jaksa Kecewa Putusan Hakim Kasus Korupsi Ekspor CPO, tapi Masih Pikir-Pikir untuk Banding
Kemudian, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; General Affairs PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang; dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA.
"Silakan terdakwa dan penuntut umum memberikan haknya menyatakan pikir-pikir atau banding dalam waktu 7 hari ke depan?" tutur Hakim.
"Kami pikir-pikir dulu majelis," kata salah satu jaksa penuntut umum (JPU).
Kemudian, tim kuasa hukum para terdakwa juga memberikan jawaban yang sama.
"Kami menyatakan pikir-pikir untuk semua terdakwa," kata salah satu tim kuasa hukum terdakwa.
Para terdakwa kemudian diberi waktu untuk berdiskusi dengan tim kuasa hukum.
"Terima kasih majelis, setelah kami berkonsultasi, kami menggunakan waktu 7 hari untuk pikir-pikir majelis. Demikian," kata Stanley MA, memungkasi pernyataan para terdakwa.
Hakim menjatuhkan hukuman yang jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa. Indra Sari divonis 3 tahun penjara dan Master 1 tahun dan 6 bulan penjara.
Sementara, Lin Che Wei, Pierre dan Stanley MA divonis 1 tahun penjara.
Baca juga: Lin Che Wei dan 2 Bos Perusahaan Minyak Goreng Divonis 1 Tahun dalam Kasus Korupsi Ekspor CPO
Kelima terdakwa juga divonis membayar denda masing-masing Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Dalam kasus ini, Indra Sari dinilai telah melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.
Menurut jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata jaksa.