Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Anggota KPU Harap MK Tak Kabulkan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Kompas.com - 02/01/2023, 22:48 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Eks komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mengabulkan permohonan judicial review terkait sistem pemilu proposional terbuka dalam UU Pemilu.

"Lebih baik tidak usah seperti itu. MK tidak mengabulkan permohonan ini. Karena sistem tertutup ini justru bisa mudah kita lihat sebagai sistem yang tidak sesuai dengan konstitusi kita," kata Hadar ditemui di kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Senin (2/1/2023).

Baca juga: Soal Wacana Sistem Proporsional Tertutup, Pimpinan MPR: Bak Pilih Kucing Dalam Karung

Dalam sistem proporsional terbuka yang diterapkan di Indonesia sejak 2009, pemilih dapat mencoblos partai politik atau nama calon anggota legislatif yang diharapkan duduk di parlemen.

Sementara itu, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik yang kelak berwenang menentukan anggota legislatif yang berhak duduk di parlemen.

"Kursi itu diisi oleh siapa? Diisi oleh urutan yang sudah dibuat oleh parpol. Sayangnya seringkali urutan yang dibuat itu tidak dibuat secara demokratis dengan ukuran yang jelas, dan kita juga sering dengar urutan itu dibuat juga dengan melibatkan uang, pengaruh oligarkis di dalam parpol, ditentukan elite-elitenya dalam parpol," jelas Hadar.

Hal ini membuat para anggota legislatif yang terpilih bukan merupakan sosok yang dekat dengan pemilihnya. Mereka juga dikhawatirkan tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap daerah pemilihan (dapil) yang jadi konstituan mereka karena mereka dipilih oleh parpol.

"Padahal di konsitusi kita dikatakan kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di tangan parpol. Parpol kan mencalonkan saja," ujarnya.

Kedekatan antara pemilih dan terpilih ini dinilai krusial karena anggota legislatif perlu memperjuangkan apa yang ia janjikan terhadap masyarakat dan memastikan bakal kerja dengan benar.

Ini akan menimbulkan simbiosis mutualisme di mana timbul kepercayaan dari pemilih untuk memilihnya kembali di pemilu edisi berikutnya.

Baca juga: PAN Curiga Ada Agenda Besar di Balik Munculnya Wacana Sistem Proporsional Tertutup

"Hubungan itu susah atau sulit bisa diciptakan dengan sistem yang tertutup," ungkap Hadar.

Sebelumnya, wacana soal sistem pemilu proporsional terbuka dan proporsional tertutup mengemuka setelah Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengungkap bahwa para politikus sebaiknya tidak mendaku diri sebagai "caleg".

Selain karena masa kampanye belum dimulai, judicial review atas sistem pemilu yang tengah bergulir di MK juga menjadi alasan.

Menurut Hasyim, seandainya MK mengabulkan sistem pemilu proporsional tertutup, maka upaya para "caleg" itu sia-sia.

Ide MPR

Namun demikian, jauh sebelum Hasyim, politikus PDI-P sekaligus Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat telah membawa wacana ini.

Dalam lawatannya ke kantor KPU RI pada September 2022, eks Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung soal mahalnya biaya politik dan kaitannya dengan korupsi para anggota dewan akibat sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com