Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritisi Gugatan Sistem Pemilu ke MK, Nusron Wahid: Sudah Pernah Diputuskan, Kok Diajukan Lagi?

Kompas.com - 31/12/2022, 12:18 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Nusron Wahid mengkritisi gugatan uji materi yang diajukan sejumlah politisi terhadap Pasal 168 ayat 2 Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Uji materi ini mempersoalkan aturan sistem proporsional terbuka dalam pemilu yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

“Tata cara JR di MK itu seperti apa? Apakah sebuah pasal yang pernah digugat dan diputuskan oleh MK pada tahun 2008 lalu, bisa digugat lagi di lain waktu? Bagi saya itu adalah keputusan lembaga MK, bukan lagi keputusan individu hakim,” ujar Nusron dalam keterangan tertulisnya yang dilansir pada Sabtu (31/12/2022).

Menurutnya setelah diputus dan disahkan oleh MK, hal itu menjadi keputusan yang mengikat dan final.

Baca juga: KPU Bantah Dorong Sistem Proporsional Tertutup untuk Pemilu 2024

Meski dalam pengambilan keputusan dilakukan individu hakim yang berbeda, Nusron berpendapat keputusan mereka adalah keputusan MK sebagai sebuah lembaga hukum.

“Jika sebuah pasal yang sudah pernah digugat, disidangkan dan diputuskan oleh MK itu di kemudian hari bisa digugat lagi oleh pihak tertentu, maka akan menjadi pembenaran bagi banyak pihak yang tidak setuju dengan keputusan MK terdahulu untuk mengugatnya lagi di kemudian hari. Sehingga dapat merusak legitimasi hukum di Indonesia," jelasnya.

Dengan demikian menurutnya gugatan ini sudah sepantasnya ditolak atau diabaikan oleh MK.

Nusron menilai, jika MK tetap menerima dan memprosesnya, maka bisa mempengaruhi kredibilitasnya sendiri.

Menurut Nusron gugatan ke MK ini bukan seperti gugatan kasus perdata dan pidana yang sudah diputuskan Mahkamah Agung yang jika ada novum atau bukti baru keputusan bisa berubah.

Baca juga: Ini Alasan PDI-P, Dukung Pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup

"Tapi ini review atau suatu UU sesuai atau tidak dengan konstitusi UIUD. Oleh MK susah diputuskan. Jadi ini masalah tafsiran dan keputusan di mana MK sudah memutuskan. Kok diajukan lagi. Ini ada apa?" ungkapnya.

Nusron juga mengingatkan kepada MK agar jangan sampai ada kesan MK dapat ditekan atau dipengaruhi oleh kekuatan politik tertentu yang getol dan sering mengusung sistem pemilu proporsional tertutup.

"Kecuali MK belum pernah ambil keputusan. Bisa jadi memang tidak ada tekanan dan pengaruh politik. Tapi karena sudah ada keputusan, kalau kemudian berubah tampak ada sentimen kepentingan," tegasnya.

Dia lantas menjelaskan sebuah asas hukum bahwa negara harus menghormati proses dan hasil pengadilan sebelumnya untuk tujuan menjaga kepastian hukum.

Masalah ini sudah ada dalam UU MK Pasal 69 ayat 1 dan 2. Dalam UU MK disebutkan Pasal 60 (1) Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.

Lalu pada ayat 2, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Jadi Saksi Kasus Gereja Kingmi Mile 32, Prngusaha Sirajudin Machmud Dicecar soal Transfer Uang

Nasional
Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Bareskrim Polri Ungkap Peran 5 Pelaku Penyelundupan Narkoba Jaringan Malaysia-Aceh

Nasional
Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Usulan 18.017 Formasi ASN Kemenhub 2024 Disetujui, Menpan-RB: Perkuat Aksesibilitas Layanan Transportasi Nasional

Nasional
Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP, TPN Ganjar-Mahfud: Harus Ditangani Serius

Nasional
Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com