JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri RI Retno L.P Marsudi menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku tindak kriminal terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Hal ini dikatakan Retno kepada Menteri Luar Negeri Malaysia, Zambry Abdul Kadir, ketika melakukan kunjungan bilateral pertamanya ke Indonesia pasca dilantik, Kamis (29/12/2022).
Penegakan hukum, imbuh Retno, penting dilakukan untuk menunjukkan rasa kemanusiaan dan keadilan kepada korban.
Baca juga: Menlu Retno: Demokrasi Bantu Hadapi Tantangan Sulit pada 2023
"Beberapa hal yang saya angkat antara lain pentingnya penegakan hukum terhadap setiap perlakuan dan tindak kriminal yang dilakukan terhadap PMI untuk menunjukkan rasa kemanusiaan, rasa keadilan," kata Retno dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Retno juga menekankan pentingnya pemenuhan hak-hak pekerja Indonesia termasuk hak finansial dan layanan kesehatan. Hak-hak ini juga perlu didapat oleh anak-anak pekerja tersebut.
Ia juga meminta Sistem Perekrutan Satu Kanal (SPSK) atau One Channel System berjalan dengan baik sebagai satu-satunya sarana perekrutan PMI yang formal, yang disepakati oleh kedua negara.
Baca juga: Menlu: Bila Tak Ada Kerja Sama, Situasi Myanmar Tak Akan Jadi Lebih Baik
"One channel system perlu berjalan dengan baik, termasuk dengan mempercepat proses integrasi sistem informasi," tutur Retno
Tak hanya itu, pertemuan bilateral ini membahas penguatan kerja sama perdagangan orang lintas batas yang masih kerap terjadi. Retno menyebut, diskusi yang dilakukannya sangat terbuka.
Kepada Menlu Malaysia, Retno lantas menyatakan bahwa perlindungan pekerja migran adalah salah satu isu prioritas bagi politik luar negeri Indonesia.
"Saya yakin Datuk (Zambry Abdul Kadir) sepakat, PMI telah berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi Malaysia," jelas Retno.
Baca juga: Menlu Retno Singgung soal Demokrasi Alami Kemunduran di Bali Democracy Forum
Sebagai informasi, isu PMI di luar negeri, termasuk di negara-negara ASEAN menjadi salah satu isu krusial. Pemerintah sendiri sempat menyetop sementara pengiriman atau penempatan PMI untuk sektor domestik/Pembantu Rumah Tangga (PRT) ke Malaysia.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Judha Nugraha saat itu mengatakan, penghentian sementara dilakukan lantaran Malaysia terbukti melanggar perjanjian yang telah disepakati kedua Menteri Ketenagakerjaan pada 1 April lalu.
Hal ini membuat PMI rentan tereksploitasi karena tidak melalui sistem perekrutan resmi. Padahal, perjanjian dibuat berdasarkan itikad baik dari kedua negara.
Salah satu masalahnya adalah karena sistem perekrutan. Sistem perekrutan resmi yang disepakati dalam pasal 3 perjanjian (MoU) adalah melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK).
Baca juga: Dalam IPFD, Menlu Retno Minta Kawasan Pasifik jadi Wilayah Damai, Stabil, Sejahtera
Sistem ini adalah satu-satunya sistem perekrutan yang legal karena mengatur besaran upah hingga jaminan sosial kesehatan.
Pasca perjanjian, Negeri Jiran masih menggunakan System Maid Online (SMO) yang membuat pemerintah RI tidak mengetahui nama majikan dan jumlah upah yang diberikan pemberi kerja. Tentu saja kata Judha, sistem ini merugikan para pekerja migran.
"Menyikapi hal tersebut telah diadakan rapat-rapat K/L di pusat untuk membahas situasi ini termasuk dengan Kemenaker selalu regulator. Dan diputuskan untuk menghentikan sementara waktu penempatan PMI ke Malaysia," ucap Judha dalam media briefing di Jakarta, Kamis (14/7/2022).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.