JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI sekaligus Guru Besar Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI), Tjandra Yoga Aditama mengusulkan agar pemerintah memperketat pengawasan bagi pendatang asal China yang akan masuk ke Indonesia.
Hal ini menindaklanjuti tingginya kasus Covid-19 di negeri Tirai Bambu tersebut.
Bahkan, kasus aktif Covid-19 di China menembus angka 250 kasus selama bulan Desember 2022.
"Meningkatkan pengawasan bagi pendatang dari China, termasuk kemungkinan kejadian penularan dan juga sampai ke analisa whole-genome sequencing," kata Tjandra dalam siaran pers, Rabu (28/12/2022).
Baca juga: Anggaran Penanganan Covid-19 Tak Ada Lagi di Tahun 2023, Kemenkes: Akan Ada Evaluasi
Tjandra mengungkapkan, meningkatkan pengawasan bagi pendatang yang berasal dari China merupakan satu dari tiga cara yang dapat dilakukan pemerintah.
Cara lainnya, ia mengimbau Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan analisa mendalam dan rinci agar dapat menjelaskan kasus Covid-19 yang terjadi di China, khususnya tentang efikasi proteksi vaksin, serta bentuk dan dampak kebijakan pelonggaran terhadap kenaikan kasus.
Pasalnya, jumlah pasti kasus Covid-19 hingga kini belum terlalu jelas. Apalagi, ada kabar update resmi harian Covid-19 akan dibatasi sehingga informasi menjadi makin sulit terkonfirmasi.
Ditambah lagi, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus juga menyatakan bahwa WHO masih butuh informasi lebih rinci tentang situasi yang terjadi.
Baca juga: Epidemiolog Sebut Kenaikan Kasus Covid-19 di China dan Jepang Bisa Berpengaruh ke Indonesia
"Kalau memang terjadi peningkatan kasus gawat dan kematian di China, sementara cakupan vaksinasi di negara itu mencapai 89 persen, maka ada dua kemungkinan, yaitu karena efikasi vaksin yang sudah turun, atau adanya subvarian baru yang menghindar dari proteksi vaksin," ujar Tjandra.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara ini juga mengatakan, kemungkinan lainnya adalah karena longgarnya kebijakan penanganan Covid-19 di China.
Meski ia tidak memungkiri bahwa banyak pula negara lain yang melonggarkan kebijakan, tetapi tidak mengalami kenaikan rawat inap di ruang ICU dan kematian seperti yang diberitakan di China.
"Kalau karena kebijakan pelonggaran, maka itu dapat diterima. Karena walaupun cakupan vaksinasi tinggi maka penularan dapa tetap terjadi, apalagi kebijakan yang tadinya amat ketat dengan zero death, dan sekarang jadi longgar," kata Tjandra.
Cara lainnya agar lonjakan kasus Covid-19 tidak terjadi di Indonesia, Tjandra mengimbau pemerintah untuk melakukan pertukaran informasi secara diplomasi dengan otoritas kesehatan internasional, baik bilateral dengan China atau menggunakan kerangka ASEAN-China.
"Karena Indonesia sekarang memegang Keketuaan ASEAN. Atau barangkali melalui pendekatan sebagai sesama anggota G20, apalagi Indonesia baru selesai sebagai Presidensi, dan tentunya juga lewat WHO," ujar Tjandra.
Baca juga: Hindari Lonjakan Covid-19 seperti di China, Epidemiolog Imbau Lansia Segera Booster
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.