JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menyebutkan, deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) Partai Nasdem bukan tanpa risiko.
Menurut dia, manuver Nasdem itu berimbas pada terancamnya kursi menteri partai besutan Surya Paloh tersebut di jajaran Kabinet Indonesia Maju.
"Ketika Nasdem mencalonkan capres yang itu tidak disukai oleh Istana ya pasti punya risiko tersendiri dalam konteks politik," kata Ujang kepada Kompas.com, Senin (26/12/2022).
Baca juga: PDI-P Minta Dua Menteri Nasdem Dievaluasi, Jokowi Hanya Tersenyum
Nasdem sedianya menyatakan masih dan bakal terus mendukung jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo hingga akhir, sekalipun telah mendeklarasikan Anies sebagai capres.
Namun, kata Ujang, Anies sendiri merupakan sosok yang kontra dengan pemerintah, bahkan lekat dengan citra antitesa Jokowi.
Selain mencapreskan Anies, Nasdem juga berencana berkoalisi dengan Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dua partai dari kalangan oposisi.
Dengan segala manuver tersebut, menurut Ujang, wajar saja jika Nasdem dianggap tak lagi sejalan dengan pemerintah.
"Karena itu Jokowi tentu tidak suka, tidak senang dengan kondisi tersebut. Ketidaksukaan Jokowi itu kelihatannya akan berbuntut pada reshuffle kabinet," ucap Ujang.
Baca juga: PDI-P Minta 2 Menteri Nasdem Dievaluasi, Demokrat Ingatkan Jokowi soal Reshuffle
Ujang mengatakan, jika dalam waktu dekat menteri Nasdem benar-benar didepak dari kabinet, jelas bahwa reshuffle kali ini dilakukan atas dasar politik.
Dalam situasi demikian, faktor kinerja menteri tak akan dipertimbangkan lagi. Artinya, sekalipun menteri tersebut bekerja dengan baik, bukan berarti dia tak akan diganti.
Sebaliknya, kendati kinerja seorang menteri buruk tetapi dia tak memenuhi alasan politis untuk dicopot, posisi menteri tersebut bakal aman.
"Artinya ini pure karena politik, bukan berbasis pada kinerja. Kalau berbasis kinerja ya banyak menteri-menteri yang akan terkena reshuffle karena banyak kinerjanya yang babak belur, biasa-biasa saja, tidak perform," kata Ujang.
Secara etika, lanjut Ujang, mencopot menteri karena alasan politik memang kurang etis. Namun, hal itu biasa terjadi di politik.
Lagi pula, reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif presiden. Sehingga, mau tak mau Nasdem harus menerima apa pun nasibnya di pemerintahan nanti.
"Nasdem seharusnya sudah tahu dan paham itu," tutur Ujang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.