JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menilai, pihaknya sudah bekerja sebaik-baiknya dalam kasus gagal ginjal akut (acute kidney injury atau AKI).
Hal ini menanggapi delapan temuan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), yang salah satunya menyatakan bahwa adanya kelalaian otoritas dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran obat.
Adapun kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak dipicu oleh kandungan zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam obat sirup anak-anak. Padahal, zat murni tersebut mutlak tidak boleh digunakan sebagai bahan baku obat.
"BPOM sudah melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan standar yang berlaku," kata Penny dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Senin (26/12/2022).
Baca juga: Pemerintah Diminta Serius Tanggapi Temuan TPF Soal Gagal Ginjal, Anggota DPR: Masyarakat Masih Takut
Penny mengungkapkan, BPOM sudah menyampaikan celah-celah pengawasan mana saja yang perlu diperbaiki dengan adanya kasus keracunan obat sirup tersebut.
BPOM kata dia, sudah menindak perusahaan yang terlibat dalam lingkaran kasus tersebut. Salah satu penindakannya adalah mencabut izin edar dan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Sejauh ini, sudah ada enam perusahaan farmasi yang dicabut izin edar dan sertifikat CPOB-nya. BPOM juga telah mencabut sertifikat CDOB terhadap dia distributor kimia yang menyalurkan zat kimia tidak sesuai standar farmasi tersebut ke perusahaan farmasi.
"Kami sudah menyampaikan secara transparan apa saja gap-gap yang ada yang sudah berproses dan kita sudah lakukan perbaikan," tutur Penny.
Baca juga: Terima Laporan TPF BPKN soal Gagal Ginjal Akut, Komisi VI DPR Buka Peluang Bentuk Pansus
Penny lantas menyatakan bahwa BPKN tidak melibatkan penjelasan institusinya sebelum mengeluarkan temuan dan rekomendasi. Padahal menurut Penny, BPOM sudah menjelaskan secara gamblang hingga sore hari pada satu pertemuan.
Menurut Penny, cara kerja pemeriksaan BPKN perlu mencontoh lembaga pemeriksa lain, baik Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Ombudsman. Dua lembaga itu meminta respons terlebih dahulu sebelum membuat kesimpulan.
Ia pun meminta BPKN menegakkan pemeriksaan yang berlaku adil untuk pihak terperiksa.
"Ada tanya jawab terhadap hasil pemeriksaan. Jadi tahapannya itu saya kira para entitas pemeriksa itu punya tata cara yang berlaku fair. Bukan hanya mencari kesalahan, tapi adalah untuk mencari solusi bersama," tutur Penny.
Lebih lanjut Penny merasa bahwa penjelasan BPOM tidak ada dalam rekomendasi yang dikeluarkan BKPN dan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo. Bahkan Penny mengaku BPOM tidak mendapatkan salinan dari hasil rekomendasi tersebut.
Padahal lanjut Penny, BPOM sudah mengidentifikasi masalah dan melakukan koreksi dengan lintas sektor terkait kasus gagal ginjal akut.
"Saya tidak tahu apakah (solusi) ada atau tidak di dalam (rekomendasi). Tapi saya kira tidak ada dalam rekomendasi tersebut. Jadi tanyakan legalitas tim pencari faktanya, apakah memang itu menjadi tugas pokok dan fungsi BPKN untuk melakukan pemeriksaan," jelas Penny.
Sebelumnya diberitakan, Tim Pencari Fakta (TPF) BPKN telah menyelesaikan investigasi kasus gagal ginjal akut dan menghasilkan 8 temuan serta 4 rekomendasi. Hasil rekomendasi akan disampaikan kepada Presiden untuk ditindaklanjuti.
Berikut delapan temuan TPF BPKN terkait gagal ginjal akut:
1. Ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar instansi di sektor kesehatan dan farmasi dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA
2. Ada kelalaian otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran obat. BPKN menyimpulkan ada kelalaian instansi dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk obat
3. Penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi tidak transparan. BPKN menilai ada ketidakadilan karena ada korporasi yang sudah jadi tersangka dan belum
4. Tidak ada protokoler khusus penanganan krisis terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA
5. Belum ada kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah
Baca juga: Korban Gagal Ginjal Akut yang Beri Kuasa Bertambah, Gugatan ke Kemenkes dan BPOM Dicabut
6. Belum ada pemberian ganti rugi kepada korban GGAPA dari pihak industri farmasi. BPKN menyebut pihak industri farmasi belum ada tanda-tanda memberikan ganti rugi terhadap korban GGAPA
7. Bahan kimia EG dan DEG merupakan termasuk kategori berbahaya bagi kesehatan
8. Belum dilibatkan instansi lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan karena korbannya konsumen.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.