Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/12/2022, 06:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (Tanduk) menyebut profil sejumlah perusahaan produsen obat batuk tercemar etilen glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) lenyap dari situs Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum ( Ditjen AHU).

Sebagai informasi, Tanduk merupakan tim hukum yang mendampingi 25 keluarga korban gagal ginjal akut akibat obat batuk beracun. Mereka juga mendampingi gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Pernyataan ini diungkapkan anggota Tanduk, Siti Habiba dalam audiensi keluarga korban dengan Ombudsman Republik Indonesia.

“Saya ingin melihat siapa sebetulnya pemilik dari perusahaan yang saat ini sedang ditetapkan sebagai tersangka, gaib, ilang, enggak ada,” kata Habiba di kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Jumat (23/12/2022).

Baca juga: Serahkan Laporan TPF Gagal Ginjal Akut, BPKN Temukan Ketidaksinkronan Koordinasi Sektor Kesehatan dan Farmasi

Akibatnya, kata Habiba, pihaknya tidak bisa menelusuri lebih lanjut profil, jajaran direksi, hingga komisaris perusahaan tersebut.

Habiba lantas mengaku kaget mendapati data perusahaan tersebut lenyap saat terjadi ratusan kasus keracunan obat yang membuat hampir 200 anak meninggal dunia.

“Susunan kepemilikannya itu siapa, direksinya siapa, komisarisnya siapa, hilang tiba-tiba. Siapa sebetulnya yang punya?” ujar Habiba.

Pada kesempatan tersebut, tim advokasi dan keluarga korban juga menyayangkan langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang hanya menjatuhkan sanksi berupa pencabutan izin edar obat yang tercemar ED dan DEG.

Baca juga: BPKN Beri Jokowi 4 Rekomendasi Soal Kasus Gagal Ginjal Akut

Padahal, para perusahaan obat itu melanggar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan mengakibatkan hampir 200 anak meninggal dunia.

“Yang saya miris adalah kenapa sanksi yang diberikan kepada para produser farmasi ini hanya berupa mencabut izin edar obat yang bersangkutan,” kata Habiba.

“Itu seharusnya sanksinya bahkan bisa sampai pada pencabutan izin perusahaan farmasi, 200 korban sudah meninggal tapi hanya izin obat itu yang dicabut,” ujarnya lagi.

Habiba menilai, BPOM tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sebagaimana diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017.

BPOM dinilai tidak melakukan pengawasan obat dan makanan di masyarakat sehingga mengakibatkan masuknya zat berbahaya EG dan DEG ke dalam obat sirup.

Baca juga: 8 Temuan BPKN soal Kasus Gagal Ginjal: Otoritas Lalai Awasi Bahan Baku Obat, Penegak Hukum Tak Transparan

BPOM juga tidak menyatakan EG dan DEG sebagai zat berbahaya. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Industri yang terbit pada 2013, untuk menetapkan suatu zat berbahaya tidak perlu menunggu undang-undang.

Menurutnya, zat EG dan DEG sudah memiliki nomor chemical service yang masuk kategori obat berbahaya.

“Kalau kita cek di aturan CAS , EG dan DEG ini masuk dalam kategori obat toxic yang bisa mengakibatkan gagal ginjal stadium akut,” kata Habiba.

Sebagai informasi, 199 anak meninggal dunia akibat obat sirup cair yang tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DG).

Data tersebut merujuk pada data Kementerian Kesehatan per 16 November 2022. Adapun jumlah korban yang menderita gagal ginjal akut sebanyak 324 anak.

Baca juga: Korban Gagal Ginjal Akut yang Beri Kuasa Bertambah, Gugatan ke Kemenkes dan BPOM Dicabut

Sejumlah keluarga korban obat sirup beracun kemudian menggugat sembilan pihak yang dinilai bertanggung jawab.

Mereka adalah Kemenkes dan BPOM. Kemudian, PT Afi Farma Pharmaceutical Industry dan PT Universal Pharmaceutical Industries selaku produsen obat.

Selanjutnya, lima perusahaan supplier bahan baku obat yakni, PT Megasetia Agung Kimia, CV Budiarta, PT Logicom Solution, CV Mega Integra, dan PT Tirta Buana Kemindo.

Para penggugat meminta agar tergugat membayar ganti rugi materiil dan immateriil. Selain itu, hakim juga diminta menyatakan para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum.

Namun, gugatan tersebut dihapus karena jumlah keluarga korban yang memberikan kuasa bertambah. Gugatan nantinya akan direvisi untuk kemudian diajukan kembali.

Baca juga: Komnas HAM Bakal Gali Kasus Gagal Ginjal hingga ke Akarnya, Termasuk soal Mafia Obat

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Survei Litbang Kompas, PDI-P Paling Banyak Dipilih Warga NU

Survei Litbang Kompas, PDI-P Paling Banyak Dipilih Warga NU

Nasional
Saat Prabowo Usulkan Perdamaian dan Gencatan Senjata Rusia-Ukraina tetapi Ditolak

Saat Prabowo Usulkan Perdamaian dan Gencatan Senjata Rusia-Ukraina tetapi Ditolak

Nasional
Keriuhan Panggung Pilpres 2024: Ganjar-Anies Saling Sindir, Prabowo Berdiri di Garis Tengah

Keriuhan Panggung Pilpres 2024: Ganjar-Anies Saling Sindir, Prabowo Berdiri di Garis Tengah

Nasional
PN Jaksel Gelar Sidang Perdana Gugatan Eks Komisaris PT Wika Beton Lawan KPK

PN Jaksel Gelar Sidang Perdana Gugatan Eks Komisaris PT Wika Beton Lawan KPK

Nasional
KPK Harap Penangguhan Penahanan Eltinus Omaleng dkk Tak Ganggu Proses Hukum

KPK Harap Penangguhan Penahanan Eltinus Omaleng dkk Tak Ganggu Proses Hukum

Nasional
Penahanan Bupati Nonaktif Mimika Eltinus Omaleng Ditangguhkan

Penahanan Bupati Nonaktif Mimika Eltinus Omaleng Ditangguhkan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Keponakan Wamenkumham Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Keponakan Wamenkumham Digelar Hari Ini

Nasional
Erick Thohir dan Sandiaga Uno, Bukan Kader Partai tetapi Digadang-gadang Jadi Cawapres

Erick Thohir dan Sandiaga Uno, Bukan Kader Partai tetapi Digadang-gadang Jadi Cawapres

Nasional
Bung Karno, Antara Bandit dan Dewa

Bung Karno, Antara Bandit dan Dewa

Nasional
Dipolisikan soal Info Putusan MK, Denny Indrayana: Kalau Jadi Kriminalisasi, Saya Akan Lawan

Dipolisikan soal Info Putusan MK, Denny Indrayana: Kalau Jadi Kriminalisasi, Saya Akan Lawan

Nasional
[GELITIK NASIONAL] Gaduh Pemilu 2024: Isu Bocornya Putusan MK hingga Cawe-cawe Jokowi

[GELITIK NASIONAL] Gaduh Pemilu 2024: Isu Bocornya Putusan MK hingga Cawe-cawe Jokowi

Nasional
Tanggapi Surat Denny Indrayana untuk Megawati, Sekjen PDI-P: Tuduhan yang Berlebihan

Tanggapi Surat Denny Indrayana untuk Megawati, Sekjen PDI-P: Tuduhan yang Berlebihan

Nasional
[POPULER NASIONAL] Denny Indrayana Ngaku Diminta Mahfud Bantu Anies Jadi Capres | Deklarasi Relawan Jokowi untuk Ganjar 'Chaos'

[POPULER NASIONAL] Denny Indrayana Ngaku Diminta Mahfud Bantu Anies Jadi Capres | Deklarasi Relawan Jokowi untuk Ganjar "Chaos"

Nasional
Lokasi Vaksin Booster di Jakarta Barat Bulan Juni 2023

Lokasi Vaksin Booster di Jakarta Barat Bulan Juni 2023

Nasional
Lokasi Vaksin Booster di Jakarta Utara Bulan Juni 2023

Lokasi Vaksin Booster di Jakarta Utara Bulan Juni 2023

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com