JAKARTA, KOMPAS.com - Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mendorong agar Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengakomodir penghapusan nama korban sebelum ada putusan hukum tetap atau ikrah.
"Masuk namanya terposting di media digital itu sama beratnya dengan kasusnya sendiri bahkan lebih berat," ujar Adrianus dalam diskusi daring bertajuk "Audit KUHAP: Pemulihan Korban Pihak Ketiga dalam Sistem Peradilan Pidana", Kamis (22/12/2022).
Adrianus menyarankan, penghapusan nama korban di digital atau "rights to be forgotten" harus dilakukan sedini mungkin.
"Itu harus dilakukan sedini mungkin karena kalau menunggu sampai ikrah misalnya, butuh enam bulan misalnya. Lalu, baru ada perintah dari pengadilan kepada Google untuk menghilangkan tebusan kepada Dewan Pers," kata Adrianus.
Baca juga: Dukung Revisi KUHAP, Wamenkumham: Cegah Penegak Hukum Bertindak Sewenang-wenang
"Karena tadi, kasus yang terposting tidak bisa hilang, betapapun dirinya misalnya sudah clear atau kasusnya bukan seperti itu, atau pelakunya sudah minta maaf," ujarnya lagi.
Adrianus juga mendorong agar KUHAP mengakomodir pernyataan korban tentang dampak kejahatan yang dilakukan pelaku.
"Saya berharap KUHAP itu memperkenalkan, memasukkan fase dalam pemeriksaan, khususnya tingkat penuntutan ya, kalau (tingkat) lidik sidik rasanya mungkin masih terlalu 'pagi' ya," ujar Adrianus.
"Tingkat penuntutan persidangan, di mana korban itu diminta mengisi satu formulir yang kita sebut sebagai pernyataan tentang dampak kejahatan terhadap pada korban atau 'victim impact statement'," katanya lagi.
Adrianus mengatakan, dampak itu perlu dipertimbangkan hakim dalam rangka pemberian sanksi kepada pelaku.
"Khususnya sanksi berupa kewajiban rehabilitasi dan reparasi oleh pelaku kepada korban," ujar Adrianus.
Baca juga: Pakar Dorong KUHAP Akomodasi Pernyataan Korban tentang Dampak Kejahatan dari Pelaku
Adrianus mengungkapkan, pernyataan tertulis itu bisa ditambah dengan pemberian kesempatan kepada keluarga korban untuk mengutarakan secara langsung di persidangan perihal dampak kejahatan dari pelaku.
"KUHAP bisa akomodir ini, kan gampang untuk sekadar membuat satu formulir yang diisi. Tidak hanya sekadar ngomong soal apa yang terjadi pada dirinya," kata Adrianus.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyetujui 39 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023.
Hal itu diketahui dalam rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan Kedua Tahun Sidang 2022-2023 pada 15 Desember lalu.
Salah satu RUU yang masuk daftar prolegnas prioritas adalah RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca juga: Komnas HAM: Dalam KUHAP, Korban Belum Jadi Pihak yang Diprioritaskan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.