JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli kepemiluan sekaligus Ketua KPU RI periode 2004-2007, Ramlan Surbakti mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk transparan dalam menyusun daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi.
Penataan dapil DPR dan DPRD provinsi oleh KPU RI ini merupakan kewenangan yang baru saja diemban lembaga penyelenggara pemilu itu, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 80/PUU-XX/2022 yang mencabut kewenangan itu dari tangan parlemen.
Ramlan mengatakan, sikap transparan dan akuntabel ini akan mencegah anggapan bahwa KPU diintervensi kepentingan partai politik dalam menata dapil.
"Harus dibuka proses itu. Salah satu cara mencegah pengaruh-pengaruh rayuan atau apapun dari luar itu adalah dibuka kepada publik," ujar Ramlan dalam diskusi virtual yang digelar Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kamis (22/12/2022).
Baca juga: KPU Targetkan Dapil DPR dan DPRD Provinsi Ditetapkan Februari 2023
Ramlan menduga bahwa partai politik (parpol), utamanya yang merupakan anggota DPR RI, akan berupaya mengerahkan segala upaya untuk memastikan dapil yang disusun KPU nanti tetap menguntungkan mereka.
Oleh karenanya, KPU diminta bertahan sebagai lembaga negara independen. Dalam artian tidak berada di bawah lembaga negara apapun sekaligus berani menerbitkan peraturan semata karena ketentuan perundang-undangan, bukan atas intervensi pihak luar.
Ramlan kemudian menyinggung isu kecurangan KPU yang menyeruak baru-baru ini sebagai bahan pembelajaran.
"Kecurigaan pada kerja KPU kan karena tidak transparan," ujarnya.
Baca juga: KPU Minta Bantuan Ahli Kepemiluan untuk Susun Dapil, Salah Satunya Ramlan Surbakti
Guru besar ilmu politik Universitas Airlangga tersebut menekankan bahwa dalam penataan dan penyusunan dapil ini, KPU harus melakukan konsultasi dan uji publik yang terbuka.
Ramlan yang dilibatkan KPU RI sebagai salah satu ahli untuk mengkaji dan merumuskan soal dapil ini mengaku telah mengantongi komitmen keterbukaan itu dari Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.
"Kemarin Pak Hasyim dan anggota KPU bilang akan terbuka dengan masukan teman-teman LSM selain tim ahli, sehingga ini harus dibuka. Publik harus diberi tahu," kata Ramlan.
"Pengaruh luar itu kemungkinannya ada. Akankah terjadi konflik kepentingan? Di KPU harusnya tidak ada, karena dia mandiri. Dia menjalankan tugas semata-mata demi peraturan perundangan," ujarnya lagi.
Baca juga: Setelah Idham Holik, Koalisi Masyarakat Sipil Akan Laporan Komisioner KPU Lain ke DKPP
Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pembina Perludem, Didik Supriyanto.
Menurutnya, KPU harus cepat menata dapil ini bukan hanya karena dibatasi tenggat waktu bulan Februari 2023, tetapi juga karena harus mendiskusikannya dengan publik sebelum disahkan.
"KPU harus sadar, dapil ini tidak hanya domain parpol dan DPR, tapi domain penduduk. Maka kalau lebih cepat jadi, katakan KPU punya target awal/pertengahan Januari 2023, itu bagus. Jadi ada waktu satu bulan untuk berdiksusi dengan publik dan Februari sebagaimana batas akhir sudah bisa diputus," kata Didik dalam kesempatan yang sama.
"Saya kira waktunya masih cukup sehingga KPU tidak perlu ragu dari sisi waktu. Yang harus diperhatikan adalah kemungkinan intervensi, kengototan partai tertentu, itu pasti terjadi. Namanya juga usaha. KPU harus terbuka. Kalau enggak terbuka, dia enggak dapat dukungan publik. Kalau dia diam-diam, parpol akan dengan gampang melakukan intervensi menghendaki dapil tertentu sesuai kepentingan politik mereka," ujarnya lagi.
Baca juga: Deretan Dapil DPR-DPRD Provinsi yang Dipersoalkan Perludem dan Dikabulkan MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.