JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyatakan sampai saat ini mereka belum menemukan bukti dugaan intervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Pusat kepada perwakilan mereka di daerah (KPUD).
Tuduhan intervensi dari KPU RI kepada sejumlah KPUD itu mencuat akibat dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik calon peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Sampai sekarang kita belum menemukan buktinya," kata Rahmat saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Sabtu (17/12/2022), seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Baca juga: Pesan Jokowi untuk Bawaslu: Hati-hati dan Jangan Bikin Waswas Pemilu
Menurut Rahmat, Bawaslu belum menurunkan tim untuk menyelidiki dugaan intervensi tersebut.
Ia pun meminta masyarakat agar melapor ke Bawaslu ketika adanya dugaan pelanggaran Pemilu.
"Belum. Karena kan lihat dulu proses dari temuan teman-teman di lapangan. Kalau memang kasak kusuk di belakang layar kemudian tidak bicara dengan Bawaslu ya kami tidak dapat menemukan informasi awalnya," ujarnya.
Jika Bawaslu mendapatkan laporan dan bukti-bukti tentang dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual parpol, maka mereka bakal melaporkan kepada DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
Baca juga: Bawaslu: Endorse Capres Boleh, yang Tak Boleh Ajak Orang untuk Mendukung
Sebelumnya diberitakan, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu mengendus modus rekayasa hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024, dengan cara mengintervensi kerja jajaran KPU di daerah selaku ujung tombak verifikasi.
Koalisi menyebut adanya keterlibatan Sekretaris Jenderal KPU Bernad Darmawan Sutrisno dan jajaran sekretariat di bawahnya.
"Praktik indikasi kecurangan pertama dilakukan oleh anggota KPU RI dengan cara mendesak KPU provinsi melalui video call untuk mengubah status verifikasi partai politik, dari yang awalnya tidak memenuhi syarat berubah menjadi memenuhi syarat," ungkap perwakilan koalisi dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, dalam jumpa pers, Minggu (18/12/2022).
Ia menambahkan, rencana ini sempat terkendala sebab beberapa anggota KPU daerah, baik provinsi/kabupaten/kota, disebut tidak sepakat melakukan kecurangan tersebut.
Baca juga: Bawaslu-KPU Klaim Bakal Rumuskan Aturan Kampanye di Luar Jadwal
"Model intervensi pun berubah, kali ini melalui Sekretaris Jenderal KPU yang disinyalir memerintahkan Sekretaris Provinsi untuk melakukan hal serupa," ujar Kurnia.
"Caranya, Sekretaris Provinsi memerintahkan pegawai operator SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik, tempat KPU menghimpun data keanggotaan partai politik calon peserta pemilu), baik kabupaten/kota, untuk mendatangi kantor KPU provinsi kemudian diminta mengubah status verifikasi partai politik. Kabarnya, Sekretaris Jenderal sempat berkomunikasi melalui video call untuk menginstruksikannya secara langsung disertai dengan ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak," tambah dia.
Bernad lantas membantah tudingan soal keterlibatannya dalam dugaan rekayasa hasil verifikasi faktual keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
"Tuduhan bahwa saya melakukan intimidasi dan ancaman melalui video call pada tanggal 7 November 2022, itu tidak benar," ujar Bernad kepada Kompas.com, Minggu (18/12/2022).
Baca juga: Partai Ummat Bantah Disebut Tak Pernah Keberatan Atas Hasil Verifikasi di Sulut dan NTT