JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Teguh Setyabudi mengatakan, pihaknya meminta pemerintah daerah (pemda) memberikan pendampingan bagi keluarga yang anggotanya mengalami stunting.
Stunting merupakan gangguan gagal tumbuh pada anak karena kondisi gizi buruk.
Teguh menekankan, upaya pencegahan stunting perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
"Jangan sampai, anggota keluarga yang terkena stunting dibiarkan begitu saja tanpa adanya asistensi asupan gizi dan pola hidup sehat," ujar Teguh, dilansir dari siaran pers Kemendagri, Jumat (16/12/2022).
“Berikan intervensi spesifik maupun intervensi sensitif khususnya yang menyangkut nutrisi asupan gizi, pola asuh yang benar, dan lingkungan serta sanitasi yang sehat,” katanya lagi.
Baca juga: Teken Kerja Sama dengan PBNU, Kemenkes Minta Dukungan Atasi Persoalan Stunting
Menurut Teguh, untuk intervensi spesifik melalui nutrisi asupan gizi dapat dilakukan dengan bahan makanan atau lauk pauk yang sesuai dengan kondisi lokal.
Misalnya, untuk daerah yang kaya dengan ikan, maka pemenuhan nutrisi dapat dilakukan dengan pemberian makanan olahan ikan.
"Selain itu, untuk bisa melakukan pendampingan dengan tepat sasaran, pendataannya dapat dilakukan by name by address sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK)," katanya
Teguh juga mendorong pemanfaatan sistem informasi manajemen berbasis teknologi informasi sebagaimana yang sudah diterapkan di beberapa daerah, misalnya di Sumedang.
Baca juga: Masyarakat Belum Paham Dampak Buruk Stunting bagi Anak
Teguh mengatakan, saat ini kondisi prevalensi stunting secara global khususnya di kawasan Asia Tenggara cenderung mengalami penurunan.
Namun, masih diperlukan upaya khusus dalam percepatan pencapaian angka penurunan stunting sebesar 20 persen atau seperlima dari jumlah anak balita di suatu negara.
Tiga beban pada malnutrisi (The Triple Burden of Malnutrition) menjadi penyebab terjadi penurunan stunting di Asia Tenggara, yaitu kekurangan gizi, defisiensi mikronutrien, dan kelebihan gizi.
Penyebab lainnya juga diindikasikan berasal dari kemiskinan dan ketidakmerataan pembangunan, faktor sosial budaya, kualitas air buruk, sanitasi dan kebersihan buruk, serta kualitas gizi ibu dan kualitas pangan yang buruk.
"Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2019 dan 2021, kondisi prevalensi stunting secara nasional menunjukkan adanya penurunan dari 27,7 persen menjadi 24,4 persen," kata Teguh.
"Namun, penurunan itu belum mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang pada 2021 turun 21,1 persen atau selisih sekitar 3,3 persen," ujarnya lagi.
Baca juga: Wapres: Hanya Tersisa 2 Tahun untuk Capai Target Prevalensi Stunting 14 Persen
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.